ilustrasi pusat perbelanjaan di Tasikmalaya |
Hari ke-5
pasca lebaran, sambil nunggu dokter buka praktek untuk jam sore, saya dan suami
tidak sengaja mampir ke mall Asia Plaza Tasikmalaya. Tadinya mau makan sebentar
terus baca-baca buku di Gramed. Ternyata eh ternyata, mall ini sesak sekali
dengan kerumunan manusia. Bisa saya pastikan, 80% nya adalah remaja alias
pelajar. Waduh, saya kira udah pada masuk sekolah, ternyata masih pada liburan
aja.
Perut semakin
keroncongan, kita beranjak ke food court, tapi faktanya tidak ada satupun kursi
yang bisa kami duduki. Penuh sepenuh-penuhnya. Kanan, kiri, depan, belakang,
hampir semuanya anak ABG. Bingung juga harus bagaimana, tapi akhirnya pesan
makan juga. Beruntung ada meja kosong yang baru saja ditinggal orang. Tidak
menyangka, ternyata saya banyak menemui murid-murid saya yang juga sedang
berlibur di sana. Alhamdulillah mereka baik dan mau menyapa. Tapi yang membuat
saya gelisah adalah keramaian yang tidak terhitung ini.
Bisa
dikatakan, mall pertama kali yang dibangun di Kota Tasik adalah Mayasari Plaza
yang terdiri dari 3 lantai. Awalnya banyak warga yang hilir mudik di sana. Tapi
kemudian masih belum puas dengan fasilitas dari mall yang ada, berdirilah Asia
Plaza yang lebih besar dengan fasilitas lebih lengkap. Hasilnya? Sudah pasti
manusia numplek di sana. Bagaimana tidak, dari mulai kebutuhan liburan
keluarga, hiburan, life style, sampai bioskop 21 ada semua. Kini hadir pula
mall Ramayana, yang jaraknya berdekatan. Namun bisa kita lihat bedanya, karena
fasilitas yang juga masih belum selengkap Asia Plaza, jadilah mall ini tak
begitu ramai. Terus satu lagi, kini juga tengah dibangun proyek di perempatan
Cisumur, tempat pusat perbelanjaan yang juga ikut meramaikan Tasik.
Antara gelisah
dan cukup senang, kebutuhan hidup bisa lebih terpenuhi, namun jika lama-lama
kompetisi kaum kapitalis ini menjadi bola liar, Tasik yang “katanya” Kota
Santri mau dikemanakan? Apa mungkin nantinya mall penuh dengan orang bersarung
dan berkerudung? Apa iya malam jum’at mall lebih penuh dari masjid dan
madrasah? Apa benar kemacetan Tasik dan pola hidup warganya akan berubah
menjadi lebih konsumtif dan tak terpecahkan. Lalu, apa kabar Kota Santri?
Tidak usah
berlarut-larut, sudah pasti semuanya bisa ditebak. Akan bagaimana klimaksnya,
dan bagaimana pula endingnya. Harapan saya, semoga Tasik meliputi warga dan
pemerintahannya bisa lebih bijak sekaligus arif menyikapi masa yang akan
datang.[]
Warm Regards,
Lena Sa'yati |
0 comments:
Posting Komentar