Aufa Nggak mau Ikut Papa

a conversation between father and son. Happy Watching! :-)

Aksi Solidaritas untuk Gaza



              Setelah mendengar dan menyaksikan berita seputar gencatan senjata oleh Israel di Gaza, seketika saya dan suami menangis meringis. Berdoa agar warganya senantiasa diberikan keselamatn oleh Allah Swt. telah kami lakukan. Tapi rasanya ada yang masih kurang. Akhirnya, Ramadhan kemarin kami berinisiatif untuk menggalang dana dan doa dari seluruh santri pondok pesantren Riyadlul 'Ulum Wadda’wah Condong. Saya mewakili tim Majalah Condong mengambil tindakan untuk mempresentasikan kondisi warga muslim di Gaza lewat power point, selain itu saya memahamkan pada para santri mengapa kita harus membantu? mengapa kita harus peduli?.
      Sekitar setengah jam berbicara di depan para santri, kami sepakat untuk mengumpulkan dana dan doa. Untuk donasi bantuan sendiri nantinya akan kami salurkan lewat dompet peduli ummat Daarut Tauhid yang ada di daerah Kota Tasik. Nantinya bantuan akan diwujudkan dalam bentuk pangan, energi (listrik dll), uang dan obat-obatan. Alhamdulillah dana yang kami kumpulkan sebesar Rp 6.386.000,-. Tidak besar, tapi insyaAllah para santri ikhlas. Semoga sedikitnya dapat meringankan beban moral dan moril warga muslim di sana. Amin. Gaza, jangan pernah merasa sendiri, karena kami sesama muslim ada untuk terus mendukung dan membantu sebisa mungkin.

Saya perwakilan dari tim Majalah Condong mempresentasikan keadaan seputar serangan tentara Israel di Gaza
Kami memperlihatkan gambar-gambar penyerangan dan korban pengeboman
Saya dan Aufa di depan kantor DPU DT cabang Tasikmalaya
Papa dan petugas yang sedang menghitung donasi dari kami
Bukti penyaluran dana



























Celoteh Aufa Part 1

Aufa Ilma Rausyanfikr umur 3 bulan


           Memiliki buah hati adalah dambaan setiap pasangan suami istri. Begitu pula dengan saya dan suami. Saat pertama kali dinyatakan positif, rasanya perasaan ini campur aduk. Antara senang, gugup dan bingung. Tapi saat menjalaninya saya merasa ada sejuta perubahan yang terjadi. Mulai dari kualitas diri, fisik, sampai sikap suami yang semakin memanjakan saya. Saat itu, kami berdua selalu tak sabar menantikan dia yang ada di dalam rahim. Bagaimana rupanya, bagaimana kelucuannya, dsb. Hingga pada akhirnya ia lahir ke dunia, kami seakan dianugrahi hadiah yang tiada terkira oleh Sang Maha Pencipta.
            Saat bayi kami lahir dan akhirnya diberi nama Aufa Ilma Rausyanfikr (cukupkanlah ilmu sang cendekiawan), saya sebagai ibu tak pernah mau absen untuk menyaksikan langsung tumbuh kembangnya. Dari mulai Aufa dimandikan, tidur, tersenyum, menangis, minum susu ASI sampai berceloteh tidak pernah saya lewatkan. Hasilnya, hari demi hari selalu saja ada perkembangan Aufa yang menarik hati.
Dari mulai usia 7 hari, sampai sekarang telah berusia 3 bulan setengah ia selalu menampakan sesuatu yang baru. Saya masih ingat saat Aufa masih usia sebulan kurang, dia sudah senang berceloteh. Kata pertamanya adalah “HAO”. Beranjak dua bulan, Aufa mulai sering teriak-teriak sendiri, dan sudah mulai merespon ekspresi orang yang mengajaknya bicara. Kini saat usianya menginjak 3 bulan lebih, Aufa semakin lincah dan agresif. Mulai sering tersenyum dan berceloteh, wajahnya mulai terbentuk, dan yang paling signifikan adalah berat badannya yang sudah mencapai 7,5 Kg, wow berat ya. Panjangnya pun sudah mencapai 65 cm. Jika dibandingkan bayi pada umumnya memang kemajuan Aufa terbilang lebih pesat. Alhamdulillah wa syukru lillah.
Komitmen saya untuk memberinya ASI eksklusif tidak akan berubah, meski beragam kesibukan menghantui. Saya kira hal ini merupakan salah satu bentuk syukur terhadap anugrah Allah. Mungkin ini juga yang menjadikan Aufa lebih subur dan lebih ceriwis dari bayi lainnya. Oh iya, karena tidak ingin melewatkan perkembangan Aufa, saya dan suami selalu merekam setiap momen yang menggemaskan. Berikut video kompilasi celotehan Aufa dari usia 1 bulan sampai 3 bulan lebih. 



Galeri Foto Aufa:
Usia 1 hari
umur 7 hari

Umur 1 bulan setengah
umur 2 bulan








Menyoal Fenomena Jilbabers, Hijabers dan Jilboobs di Indonesia

http://fc08.deviantart.net

Perintah untuk mengenakan jilbab dalam Islam telah diatur dalam al-Quran surat Al-Ahzab ayat 59 yang berbunyi;
"Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’ yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. 33:59)

Yang dimaksud dengan jilbab sendiri adalah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada. 

         Dengan begitu, sudah jelas bahwa setiap wanita yang beragama Islam wajib menutup auratnya dengan mengenakan jilbab. Jilbab tidak sekedar tradisi atau produk budaya, melainkan titah tuhan pada hambanya. Memang apa gunanya? Tentu selain mendapat pahala dengan mentaati syariat-Nya, berjilbab juga memiliki hikmah tersendiri. Salah satunya adalah “KEMULIAAN”. Benar, jilbab adalah salah satu simbol kemuliaan. Sebab dengan mengenakan jilbab, seorang wanita akan terlihat anggun, rapi, sopan, serta dihormati. Sudah bukan barang baru jika wanita berjilbab seringkali mendapat nilai yang lebih luhur jika dibandingkan mereka yang tidak mengenakannya di kalangan masyarakat. Meski terkadang sering diledek dengan sebutan “bu haji” atau disapa dengan ucapan salam yang seakan mencemooh dari orang-orang jahil, tapi pada dasarnya itu adalah bentuk kemuliaan dari sebuah jilbab. Begitulah Allah dengan nyata memperlihatkan keagungannya.
Jilbab adalah solusi dari Allah untuk kaum wanita yang seringkali menjadi korban pelecehan. Jilbab adalah salah satu ciri yang membedakan wanita muslim dengan kafir. Jilbab adalah mahkota wanita yang menjadikannya tampak luhur dan terhormat. Begitulah ketentuan Allah yang pada akhirnya menginginkan hamba-Nya agar menjadi lebih baik dan akan menjadi ladang amal serta pahala tersendiri.
Indonesia adalah negara dengan penduduk mayoritas muslim. Karenanya, tidak heran bila banyak warga negaranya yang terlihat mengenakan jilbab. Meski begitu, yang menjadi ironi adalah ketika seringkali yang ditampilakan media adalah mereka yang bebas mengumbar auratnya. Tidak jarang para selebriti yang status KTP nya beragama islam pun ikut melepas ke-Islamannya. Padahal, media bisa disebut sebagai tolak ukur gambaran realita yang ada di masyarakat. Atau mungkin saja hal ini merupakan imbas dari masa kepemerintahan orde lama yang melarang wanita berjilbab. Sungguh masa-masa kelam serta ironis bagi kaum muslim pada zaman itu.
Sekalipun kaum muslim di Indonesia telah melewati masa kelamnya itu, tapi toh nyatanya masih marak saja gambar-gambar tak senonoh yang ditampilkan wanita muslim di media. Namun, tidak perlu menghujat atau menghakimi, karena selain mereka, masih banyak wanita muslim yang mau menjalankan syari’at berjilbab. Hanya saja, kaum perempuan berjilbab di negara ini tampak berbeda dengan mereka yang ada di belahan bumi lain. Indonesia adalah negara dengan fenomena jilbab yang unik atau nyaris aneh.
Sebut saja jilbabers, hijabers, atau yang terbaru jilboobs. Istilah-istilah tersebut merupakan sebutan bagi perempuan berjilbab dengan beragam kategori. Sejak kapan wanita berjilbab terpisah-pisah dalam beberapa kategori? Dan dimana semua itu berada? Di Indonesia! Saya yakin hanya di negara INDONESIA!. 

Jilbabers         
      Ciri khas yang kental untuk istilah ini adalah mereka yang mengenakan jilbab segi empat lebar semampai sampai menutup seluruh bagian dada dan punggung. Selain itu, jenis pakaian yang dikenakan pun identik dengan gamis atau blous panjang selutut. Khusus untuk pelajar, biasanya mereka mengkombinasikan style ini dengan tas ransel, kaos kaki dan manset (semacam sarung tangan yang dikenakan di pergelangan tangan). Entah siapa yang menemukan istilahnya, hanya saja begitu lah corak style berjilbab kaum jilbabers.
        Kaum jilbabers biasanya muncul dari sebuah komunitas pelajar Islam atau mereka yang menjadi aktivis di beberapa forum ke-Islaman. Tapi ada juga yang muncul dari salah satu partai politik yang berasaskan Islam. Sejauh ini, saya kira penampilan komunitas ini sesuai dengan syariat Islam, karena selain bentuk jilbab dan pakaian mereka yang longgar dan lebar, biasanya orang-orangnya mempunyai sifat yang sopan, religius, supel serta baik hati. Namun entah kenapa, justru orang-orang yang berpikiran negatif malah sering menghakimi mereka dengan sebutan so’ suci, teroris, norak atau bahkan kampungan.

Hijabers
         Muncul pada tahun 2010, komunitas yang dipelopori disainer muslim Dian Pelangi ini menamakan dirinya dengan istilah Hijabers Community (HC). Berbeda dengan kaum jilbabers, komunitas ini mengusung tema kreatifitas dalam penggunaan hijab. Tentu saja, karena komunitas ini lahir dari tangan-tangan para “Fashion Blogger”. Dengan begitu, jilbab pun dijadikan sebagai salah satu produk fashion yang tidak lagi terkesan norak, ekstrem atau kampungan. Dian Pelangi sebagai founder pun mulai mempopulerkan beragam gaya berjilbab dengan kreatifitasnya.
      Kemunculan komunitas ini ternyata memiliki dampak yang luas biasa bagi dunia per-jilbab-an di tanah air. Mulai dari para fashionista, selebritis, dan kaum wanita pada umumnya berbondong-bondong untuk memutuskan memakai jilbab dengan aneka gaya dan rupa. Jenis kerudung yang dikenakan identik dengan syawl atau pashmina. Kata “jilbab” pun dirubah penyebutannya dengan kata “hijab”. Akibatnya, banyak yang semula tidak berjilbab memilih untuk menutup kepalanya. Dan yang paling baru, banyak dari kalangan selebritis yang semula identik dengan keseksian serta keglamorannya ikut berhijrah untuk mengenakan hijab.
Nah, tapi dari sini dimulailah beragam kontroversi soal fenomena hijabers ini. Alih-alih menjalankan syariat Islam untuk menutup aurat, malah banyak dari mereka yang meniatkan dirinya berhijab karena ingin tampil lebih modis, dengan anggapan bahwa hijab kini tidak lagi terkesan “kampungan”. Akibatnya, banyak yang tampil setengah-setengah, alias berhijab tapi tidak menutup aurat. Atau berhijab, tapi tetap menonjolkan keseksian serta keglamoran. Bagaimana maksudnya? Secara kasat mata, jika dilihat dari segi penampilan banyak dari mereka yang berhijab tapi tidak menutup dada, memakai pakaian ketat, atau bahkan mengenakan celana pensil. Selain itu, tidak jarang dari mereka yang tidak segan mengumbar asmara dengan lawan jenis yang belum halal.
Berangkat dari fenomena ini, ada yang menilai postif tapi ada pula yang beranggapan negatif. Dari kalangan para disainer, masyarakat awam, serta para pebisnis pakaian, komunitas hijabers ini telah merubah cara pandang orang tentang jilbab. Jika dulu dianggap norak dan kampungan, kini terkesan modis dan stylish. Oleh karenanya, orang berhijab sekarang lebih banyak dari zaman dulu, karena paradigma mereka tentang jilbab yang kampungan itu telah berubah. Selain itu, dengan semakin beragam corak dan variasinya, mereka berharap bahwa kelak Indonesia menjadi kiblat fashion muslim dunia.
Meski demikian, banyak kalangan para ulama atau kaum jilbabers yang menyayangkannya. Karena bukannya menjadikan martabat kaum wanita terangkat dengan kemuliaannya, malah terkesan hedonis dan acuh terhadap kebenaran aturan dalam firman Allah. Kebanyakan dari mereka berkilah jika diingatkan atau dinasihati. Mereka selalu berkata “masih proses” jika orang mengingatkan untuk berhijab sesuai aturan yang Allah tetapkan. Tapi ternyata kalimat “masih proses” itu tidak terlihat sungguh-sungguh dalam menjemput hidayah Allah. Kebanyakan malah keasyikan dengan keadaannya sekarang, karena tak jarang yang mereka dapatkan adalah pujian serta sanjungan atas kreatifitas mereka dalam berhijab.
Terlepas dari beragam asumsi, justru komunitas ini kini semakin digemari dan membawa dampak yang signifikan dalam dunia bisnis dan perbukuan. Terbukti dari kebanyakan para anggotanya yang masing-masing memilih untuk memiliki line clothing sendiri. Selain itu, jika kita berkunjung ke toko buku, banyak buku yang termasuk best seller adalah buku-buku bergenre tutorial. Yaitu tutorial mengkreasikan kerudung dengan segala macam bentuk dan karakter.

Jilboobs
           Istilah jilboobs merupakan akronim dari kata jilbab dan boobs (payudara). Entah siapa penemunya, tapi yang pasti kemunculannya yang baru-baru ini meresahkan semua kalangan. Ciri khas dari komunitas ini adalah mereka yang mengenakan hijab transparan, tapi berpakaian ketat sehingga menonjolkan bagian dada. Tidak jarang mereka mengupload foto berhijab tapi memakai pakaian dengan lengan pendek serta celana jeans ketat. Komunitas ini dengan resmi membuat fans page di facebook dan secara berkala mengupload foto-foto serupa. Tidak tanggung-tanggung jumlah likers-nya mencapai 3000-an lebih. Sungguh ironis sekali. Saya kira komunitas seperti ini sudah merupakan sebuah penghinaan terhadap agama Islam. Karena dengan terang-terangan mereka mempermalukan agama dengan sengaja mempertontonkan bagian tubuhnya yang termasuk aurat. Saya benar-benar geram serta ingin segera fans page di facebook-nya diblokir.

Menyoal fenomena di atas, seakan kaum muslim di Indonesia tengah mencari jati diri ke-Islaman satu sama lain. Termasuk kedalam kelompok manakah diri ini, atau pantas tergolong kelompok manakah style yang saya tampilkan. Tentu hal ini dirasa tidak baik dan tidak kondusif bagi kaum muslim yang semestinya bersatu padu serta taat pada tuhannya yang satu, Allah SWt. Karena hal seperti ini hanya terjadi pada kaum wanita, sehingga tak jarang kaum pria seringkali mencemooh atau bahkan ikut prihatin, terutama pada orang-orang terdekatnya.
Perbedaan asas, corak serta pemikiran masing-masing kelompok menjadi bumerang tersendiri bagi kaum wanita muslim untuk tak henti-hentinya berdebat. Kaum jilbabers yang sederhana, serba tertutup dan syar’i merasa prihatin dengan kaum hijabers yang dengan kreatifitiasnya malah merujuk ke arah yang tidak Islami. Begitu juga kaum hijabers yang merasa terhina karena sebagian dari mereka yang seringkali diolok-olok sebagai “wanita jilboobs” lantaran kerudungnya tidak menutup dada.
Sedih? Iya. Marah? Mungkin tidak seharusnya kita sebagai ummat muslim bersikap antagonis. Jika Allah memerintahkan kita dalam firmannya untuk saling menasihati satu sama lain dalam kebaikan, itu sudah sepantasnya kita lakukan. Tapi bagaimana jika mereka yang dinasihati atau diingatkan malah membelot dengan dalih “pikirin aja diri lo sendiri, ngapain ngurusin orang. Emang lo udah sempurna!” tentu lain lagi. Tapi satu yang pasti, untuk saling menasihati satu sama lain dalam kebaikan, kita tidak perlu menjadi sempurna, karena tidak ada manusia yang sempurna selain Rasulullah. Jika begitu, sikap yang mesti kita ambil adalah kembali luruskan niat. Mari melapangkan dada dan membuka pikiran untuk menerima hal-hal positif dari orang yang berefek baik bagi diri sendiri. Tidak boleh saling menghujat satu sama lain, dan teruslah saling mendoakan agar kita kaum wanita bisa mendapat hidayah Allah untuk menjadi hamba-Nya yang lebih baik.[]
 

Idul Fitri 1435 H

Kami mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri 1435 H. Mohon maaf lahir dan batin.

World Meet Baby

29 April 2014


         Rasa syukur dan senang luar biasa tengah menghinggapi rumah tangga kami. Rabu, 29 April 2014 bertepatan dengan ulang tahun Papa akhirnya Baby lahir ke dunia yang terang benderang. Sungguh kado terindah baik untuk Papa maupun saya. Bicara tentang tanggal lahir, saya pun lahir di tanggal 29. Sepertinya kami memang keluarga twenty niners ya…
            Hal menarik dari proses kelahiran Baby adalah perjuangan dan cobaan dari Allah untuk saya sebagai ibu juga baby. Betapa tidak, saya sempat khawatir ketika beberapa jam selepas ketuban pecah detak jantung baby malah semakin kencang, sedangkan saya semakin mulas. Jalan terakhir adalah operasi. Sontak saya terkejut dan sempat putus asa. Tapi Alhamdulillah keluarga senantiasa memberi dorongan dan semangat.
            Saya sempat merasakan dokter menyuntikan biusan di punggung sebelum akhirnya saya terbaring kaku. Sekitar enam dokter berkumpul di dekat badan saya hendak mengoperasi. Ingatan saya masih sadar, sampai baby diangkat dan saya mendengar jeritan tangisnya untuk pertama kali. Seorang dokter mengangkatnya dan menunjukannya ke depan mata saya. Antara sadar dan sedikit pusing saya mencoba tersenyum. Anakku, bayi laki-laki itu adalah anakku. Seluruh keluarga yang menunggu akhirnya berucap syukur dan lega. Terimakasih ya Allah melancarkan persalinan ini.

Menemani baby berjemur


Pasca Persalinan
            Sabar. Kata itu adalah kunci utama saat saya harus menghadapi masa pasca persalinan secara caesar. Memang saat operasi kita tidak merasa sakit atau apa. Tapi setelahnya sungguh masa-masa yang sulit dan perih. Hampir dua hari tidak bisa bangun atau bahkan berbaring menyamping. Untuk bisa duduk saja harus bertarung dengan rasa linu di perut yang luar biasa. Padahal ASI saya sudah keluar, dan baby menunggu disusui. Tapi demi kesehatan baby, saya paksakan untuk berusaha bangun dan menyusuinya.
            Tantangan lainnya adalah ketika setiap malam baby terbangun sejam sekali. Bisa dibayangkan saya harus bangun-tidur berulang-ulang dengan keadaan linu dan sakit di perut. Hingga sempat tekanan darah saya ngedrop. Belum lagi ketika siang hari baby banyak tidur sehingga ASI menumpuk dan menyebabkan demam di tubuh saya, sungguh cobaan yang luar biasa sakit. Tapi apa pun yang menyakitkan ternyata kalah dengan bahagianya hati ini menatap sang buah hati.   
            Kini segalanya telah berubah, hal-hal pahit yang dialami pasca persalinan telah berhasil saya lewati. Saatnya saya dan keluarga menjalani hari-hari baru yang lebih berwarna dengan kehadiran baby mungil ini. Terimakasih ya Allah, terimakasih Ibu, terimakasih Bapak, terimakasih papa sayang, terimakasih baby untuk cinta kasih tulus kalian. []