MAHAPRENEUR

Sebuah catatan bagi mahasiswa Indonesia.


Banyak pertanyaan yang menyambangi seorang Mahasiswa selepas lulus kuliah. Apakah Ia akan melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi, bekerja, menjadi mahasiswa abadi atau bahkan menganggur. Yang terakhir ini seringkali menjadi bumerang bagi seorang mahasiswa yang ‘katanya’ sudah tinggi-tinggi sekolah akhirnya nganggur juga.
            Kreatif, imaginatif dan inofativ. Umumnya menjadi image khusus untuk seorang mahasiswa. Sebenarnya tidak berbeda jauh dengan seorang entrepreneur atau seorang wirausaha. Hanya saja fakta berbicara sebaliknya, terbukti dari perbandingan antara lulusan perguruan tinggi yang bekerja dan menganggur. Rupanya kondisi ini mendorong banyak universitas dan praktisi pendidikan untuk mereorientasi lulusannya agar siap menjadi pencari kerja. Tapi bukankah “pencari kerja” dan “pencipta kerja” memiliki makna yang berbeda.
            Menjadi seorang enterpreneur tidak hanya berlaku bagi pengusaha besar saja. Bahkan anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar atau Menengah pun berhak menjadi entrepreneur. Di Luar Negeri termasuk USA seringkali mengadakan program kidpreneurship saat musim luburan. Anak-anak disediakan tempat untuk membuat boot bazar, dan mereka menjual berbagai macam produk. Mereka menjual mainan, atau makanan buatan sendiri. Tentu saja hal ini bukan tanpa tujuan, justru kegiatan ini berhasil membuat kesadaran dalam jiwa anak untuk merasakan apa yang orangtua mereka rasakan. Yaitu bahwa mencari uang sulit, perlu kerja keras, berpikir kreatif dan inofativ serta pantang menyerah.
            Jika anak kecil saja mampu, tentu seorang mahasiswa pun bisa. Kini sudah mulai menjamur entrepreneur di kalangan kampus, namun kebanyakan sulit menyeimbangkan antara kewajiban belajar dan berjualan. Hasilnya, banyak pula yang kemudian meninggalkan bangku kuliah. Sebenarnya, tidak melulu begitu. Dua-dua nya bisa berjalan beriringan jika seorang mahasiswa bisa menggunakan waktu dan kesempatan sebaik-baiknya. Dalam penggunaan media internet misalnya. Dari pada melulu mengorek-ngorek status dan komentar-komentar di sosial media, mengapa tidak dijadikan kesempatan bisnis. Dlsb.
            Tidak sedikit yang mencibir satu kegiatan ini. Namun jika saja kita tahu Rasulullah SAW pun bersabda bahwa sebaik-baik kasab (usaha) adalah berdagang. Orientasi dari menjadi seorang entrepreneur tentunya tidak hanya materi, tapi yang paling penting adalah manajemen diri serta pembentukan mental. Sudah terbukti dari banyaknya pengusaha yang memiliki mental baja, karena mereka cenderung berjiwa kepemimpinan tinggi, disiplin serta pantang menyerah.
            Satu yang pasti, niat ketika memilih menjadi entrepreneur bukanlah karena hobi, bukan pula karena tuntutan keadaan, melainkan menyempurnakan ibadah. Selain untung, juga berkah. Itu lah wujud hasil bisnis yang sebenarnya. Selamat mencoba dan jangan hanya menjadi pengekor, tapi mampu menjadi kreator. Bukan hanya menjadi entrepreneur tapi menjadi mahapreneur. []