If There is a will, There is a Way

Kisah Perjalanan Study Tour ke-Bandung

          Antara semangat dan tidak semangat sebenarnya mengikuti study tour kali ini. Kenapa coba? Karena kali ini saya menjadi panitia yang  ternyata tugasnya bejibun! Dari mulai jadi bendahara (kerjaannya nagih melulu neh ke anak-anak, udah kayak rentenir aja, he), ngurusin makan anak-anak yang jumlahnya 200 orang lebih, bayangkan! 200 orang, kawan. Busnya aja nyampe berjejer 4 bus. Tapi ketidak semangatan itu segera saya tepis, kalau niatnya baik, terus dijalani dengan ikhlas, pasti segalanya jadi terasa ringan dan mudah, betul bukan? Yep, betul betul betul. Udah dua kali berturut-turut saya dikasih kesempatan sama Bapak Asep untuk menjadi panitia study tour. Itu artinya, tiap bulan pasti kerjaannya jalan-jalan, mantep, hehe. Namanya study tour, ya belajar, ya tour.
Hmm…Well, kalau ada pepatah bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian, saya sih sepakat sekali, begitupun dengan pepatah arab (Mahfudzat) ‘Wamalladzatu Illa Bakda At-ta’bi’ ‘tidak ada kebahagiaan setelah kepayahan’. Itupun yang saya rasakan kali ini. Setelah cukup rieut dan capek nagih uang ke anak-anak, beli air mineral 9 dus, obat-obatan, keliling Ibu-Ibu Dapur untuk pasokan makan pagi anak-anak, sampe ngangkatin dus-dus air mineral ke dalam bus dan negbagiin makan pagi buat para peserta study tour, semuanya terbayar dengan perjalanan yang mengesankan! Apalagi study tour kali ini ada plus-plusnya, apa coba? Hmm, itu karena dari mengunjungi beberapa tempat, saya seakan mendapat kemauan besar to do something. Ada beberapa a will (kemauan) nih yang saya dapat setelah jalan ke sana kemari. Hmm, mungkin gak ya a will itu berujung comes true? Ingat aja, if there is a will, there is a way! Dimana ada kemauan, pasti ada jalan!  Yeah!
Yuk ah kalau gitu saya mulai aja cerita ngalor-ngidul nya ya. Satu, dua, hayu!

Dapet Bus yang Mana ya?...
                Saya nggak tahu nih siapa yang ngebagiin tempat duduk para pembimbing. Yang saya tahu, tiba-tiba aja saya disuruh masuk kedalam bus ke-4 alias bus paling kecil berwarna biru. Dalemnya adalah siswi kelas 2 SMA yang gak kebagian tempat duduk di bus ke-3. Oh, malangnya mereka, hehe lebay ah. Jadi busnya gak selebar dan sepanjang ke-tiga bus lainnya. Tapi kualitas ternyata tetep sama. Layar LCD? Oke. Bisa buat muter musik. AC? Yes. Bersih? Sip deh. Ya Cuma kekurangannya itu aja, kurang lebar, he. Untung diriku tidak bertubuh lebar, Alhamdulillah dengan badan segini.
                Ya sudahlah, saya langsung mengabsen anak-anak. Mungkin karena mereka udah agak dewasa, jadi wajahnya ya ceria-ceria aja, tidak merasa teralienasi dengan ditempatkan di dalam bus kecil berwarna biru itu. Eh tapi ada yang menarik. Karena bus ini masih kosong, hampir enam kursi yang kosong, alhasil, para guru yang jadi ketua study tour pada nongkrong di sana. Kebetulan juga, anaknya Bapak Asep juga di sana, jadi beliau juga ikut duduk di sana. Hmm, ini tentu sangat menguntungkan. Gak disangka, bus kami jadi pemimpin lho, karena penunjuk jalan dan ketuanya ada di sini. Yes, jadinya kemana-mana paling awal deh. Hmm, berkah sabar dan ikhlas, kawan. 

Masa Iya sih nenek moyang kita sebangsa kera?

Depan Museum Geologi
           Tempat yang kita kunjungi pertama kali adalah Museum Geologi. Dalam benak saya kayaknya nih museum bakalan kosong, dan seakan menjadi milik rombongan condong saja. Eh ternyata, pas keluar dari bus, anak SD sedang foto-foto di depan museum bersama guru-guru mereka. Terus pas masuk ke dalam, wuih, gak kebayang berseliweran orang ke sana ke mari membawa alamat, jreng jreng…Ayu Ting-ting mode on.
                Alhasil nih ya, ruang utama museum tuh padet banget Cuma dengan rombongan SMA Terpadu Tasik aja. Pemandunya langsung mengambil alih, dan menyuruh peserta study tour yang berjumlah 200 orang itu untuk mendekat kea rah suara. Mereka diberi pengarahan, terutama seputar sejarah berdirinya museum sampai tugas-tugas mereka nanti selama melihat-lihat peninggalan apa saja yang ada di museum ini.
                Saya dan para ustadzat yang lain langsung berjalan ke sayap timur museum. Di dalamnya ternyata ada fosil-fosil hewan sebangsa dynosaurus gitu. Ada juga tuh yang paling tinggi hamper empat meter tingginya Tyranosaurus Rex. Woow, subhanallah tinggi banget! Berasa kembali ke dunia jadul ya kawan, pas zamannya si tokoh kartun Kaki mungil dan kawan-kawannya.


apaan tuh behind me?
           Tapi ada lagi yang menarik nih. Pas melihat-lihat jejeran tengkorak di etalase. Dari mulai homo sapiens di berbagai daerah, sampai mancanegara, ada yang dari Prancis, Australia, dll. Terus di salah satu dinding tertempel poster tentang evolusi manusia. Dari yang semula agak-agak mirip gitu ama kera, sampai seperti manusia pada umumnya sekarang. Jadi keingetan deh sama teori Darwin. Masa iya ya nenek moyang kita itu dulunya sebangsa kera? Kalau guru sejarah saya sih bilang, kenapa zaman dahulu beberapa jenis manusia identik tubuhnya membungkuk hamper sama seperti kera, itu karena pada zaman itu jenis mata pencahariannya adalah bercocok tanam. Namanya menanam, ya pasti jongkok lah. Lihat aja para Ibu dan Bapak petani yang lagi menanam padi di sawah. Betul gak Pak Tani? Betul betul betul.
Sempat terlintas nih di benak saya agar suatu saat bisa mempelajari hal ini lebih mendalam. Pengen tahu bagaimana yang sesungguhnya. Dan saya selalu yakin, jika kita mau berpikir lebih dalam, dan dengan landasan lillah maka kelak keaguangan Allah lah yang akan kita temukan. Sehingga terus menerus akan menuntut kita untuk tak henti bersyukur dan bertafakkur. Ih, pengen banget deh kayak gitu. Semoga terlaksana, amin.



Oh iya, setelah berfoto-foto bareng fosil, dan melihat ini itu, peserta digiring ke ruang Auditorium untuk menyaksikan salah satu tayangan video seputar sejarah fosil-fosil. Cukup senang saya dengan program itu, tapi ketika menyaksikan videonya yang ternyata berbahasa inggris, sudah dipastikan video ini produk asing pula, dalam hati saya bertanya ‘kapan atuh bangsa kita sendiri bisa memvisualkan hal-hal sejarah sepenting itu’. Padahal saya yakin di Indonesia banyak sekali doktor-doktor yang ahli dalam bidang ini, tapi karya-karya temuannya kok masih belum bisa tercium ya aromanya. Ayo ah, anak bangsa, coba deh bikin sesuatu yang berharga dan bermanfaat buat Negara bahkan untuk dunia. Masa video begitu aja harus melulu ngimpor sih dari luar.


#A Will dari berkunjung ke Museum Geologi adalah, ketika melihat berbagai keterangan seputar zaman pra sejarah perkembangan mahluk hidup terutama evolusi manusia, begitu juga dengan cuplikan video yang ditayangkan di ruang Auditorium, saya kok jadi kayak terpecut gitu lho untuk mengetahui lebih dalam seputar sejarah (dulu juga saya ngambil jurusan IPS pas SMA), saya ingin benar-benar mendapat bukti sedetail-detailnya tentang fenomena-fenomena yang ada. Plus, ingin pula jika suatu saat saya telah menjadi ahli dalam sebuah bidang, bisa total dan menghasilkan sebuah karya yang bisa saya kontribusikan untuk masyarakat banyak. Amin amin amin. Mungkin gak terwujud? Eits, mungkin dong! Nothing impossible lho di dunia ini. Kalau Allah sudah berkehendak, kun sudah tentu fayakun.  

Naik-naik ke Puncak Gunung…


                Sekitar sejaman dari museum menuju Gunung Tangkuban Parahu. Kita melewati jalan yang diapit jejeran pohon pinus yang rindang lho, tinggi-tinggi pula, ih so sweet sekali, berasa di film twilight aja, mana disekitarnya terhampar perkebunan teh menghijau, hmm sejuk di hati. Dan sekali lagi saya tegaskan, si mini bus warna biru kembali memimpin lho. Eh, ternyata beberapa meter dari pintu masuk menuju Taman Wisata Gunung Tangkuban Parahu sedang berlangsung acara Sea Games lomba Balap Sepeda Subang Road. Wow, seru sekali di sana. Pengen banget nonton, tapi bus terus melaju tanpa menghiraukan kemauan ini. Kalau bus ini gak mau mengabulkan kemauan saya, biar langsung saja saya utarakan kemauan ini pada Allah SWT. Kenapa saya begitu ngebet? Karena bersepeda itu merupakan salah satu cabang olah raga favorit saya. Heu, pengen sekali nonton ihhhh….
                Setelah sampai di terminal mobil elep yang nanti akan langsung mengantar kita ke Kawah Ratu, sekawanan tukang asongan sebangsa syal, sarung tangan, dan ciput langsung menyerbu kami. Iya sih masuk akal, soalnya cuacanya dingin banget, apalagi ntar di kawahnya. Beuh, airnya saja dinginnn. Tanpa piker panjang, kita-kita langsung membeli perlengkapan penghangat. Saya sih beli syal aja deh, buat gaya, he dan sudah pasti warnanya ‘ijo’.
                Beberapa kali kami mengeluh, aduh, bauuuuuuu…dikira ada yang kentut, ternyata bau belerang yang berasal dari kawah. Uh, baunya menyengat bahkan sampai sejauh itu. Sudah lupakan, setelah kita memesan tiket, anak-anak langsung naik mobil elep buat dianter ke kawah. Kalau saya dan para ustadzat yang lain sih belakangan aja.
                Sesampainya di Kawah Ratu, kami langsung terpesona dengan keindahan alamnya. Awan yang menyelimuti terasa dekat di atas kepala, pepohonan kering Manarasa yang memesona, dibawahnya beberapa orang berpiknik, kuda-kuda yang berjalan hilir mudik, dan kawah yang dalam! Subhanallah, ciptaan Allah. Saya jadi inget drama korea Sinderella’s sister deh. Settingnya mirip-mirip dengan taman wisata Gunung tangkuban parahu. Hmm..




         Saya mencoba mencari-cari guide, tapi gak nemu-nemu, pengen tahu lebih lanjut seputar taman wisata ini, plus beberapa hal yang ada di dalamnya, ah tapi gak berhasil. Saya search aja deh di internet. Jadi ngapain di sana?


 Foto dan Belanja! 


Kalau teman-teman yang lain doyan banget tuh ngusilin turis, saya mah kurang tertarik. Gak ada guide, sayapun tanya-tanya sama tukang dagang siomay tentang pohon-pohon indah yang ada di sana. Eh, beruntung beliau tahu banyak tentang pohon yang orang-orang sana menyebutnya pohon Manarasa, katanya pohon yang daunnya memerah jika sudah tua ini dipercaya bisa bikin kita awet muda lho kalau memakan daunnya yang rasanya asem-asem gimanaa gitu. Karena konon dahulu dayang sumbi yang awet muda itu juga memakan daun Manarasa ini. Hmm, jadi inget legenda Sangkuriang ya. biar tahu lebih lanjut, klik aja Di sini


di bawah pohon Manarasa
                Setelah cukup puas berfoto-foto dan belanja, rombongan kembali menaiki mobil elep untuk turun gunung. Dan kembali masuk bus masing-masing.


#A Will dari mengunjungi Taman Wisata Gunung Tangkuban Parahu, kok tiba-tiba ada sekelumit hasrat untuk kembali membuat sebuah film yang settingnya memotret beberapa tempat wisata di Indoenesia. Sekalian promosi, sekalian banyak bertafakur. Bisa gak ya? Bisa, bisa. Kita ingin, kita bisa!

Medali Emas Untuk Indonesia…


                Ketika menuruni gunung, tiba-tiba si mini bus biru berhenti. Eh, ternyata terjadi macet puanjang! Dan itu karena jalannya ditutup untuk kepentingan acara sea games. Saya yakin ini akan berlangsung lama, tersungging sebuah senyuman di bibir saya, Allah mendengar doaku. Tanpa pikir panjang, saya langsung mohon izin ke Pak Asep sebagai penyelenggara study tour untuk menonton sea games, eh ternyata Pak Asep pun ikut turun. Yes!
              Saya mengajak seorang ustadzah yaitu yang sering saya panggil Jane untuk menemani menonton acara. Ketika sampai ditempat acara berlangsung, dimana kerumunan orang meneriakan yel-yel Indonesia, jreng jreng…MC pun mulai mengumumkan kejuaraan. Ih, pas banget! Saya langsung maju ke tempat yang lebih dekat untuk bisa mngabadikan gambar para pemenangnya.
                MC mengumumkan, juara ke-3 alias medali perunggu dimenangkan utusan Negara Filiphina, dan medali perak dimenangkan utusan Negara Thailand, jadi yang dapet medali emas siapa? Tes, tes, MC berkata dengan lantang, kurang lebih begini; ‘dan untuk medali emas, dimenangkan oleh saudara Hari Fitriyanto dari Indoensia!’ wah, seluruh penonton larut dalam kegembiraan, riuh, saling bertepuk tangan ketika Hari Fitriyanto sang juara naik ke atas podium. Wah, beruntung saya berdiri paling depan, saya bisa melihat langsung para juaranya.
                Setelah pengalungan medali, para fotografer menyuruh Hari untuk menggigit medali emasnya dan mengabadikan momen tersebut. Termasuk saya. Setelah itu, pengibaran ke-3 Bendera diiringi lagu Indonesia raya. Seluruh penonton ikut bernyanyi dan larut dalam keharuan. Saya juga gak mau ketinggalan untuk bernyanyi sekaligus mem-video momen itu. Ih, sungguh merinding melihat si merah putih berkibar-kibar di terpa angin. Terimakasih ya Allah, terima kasih Hari, untuk sumbangan medali emasnya untuk Indonesia. Insya Alah kalau semua atlit seperti ini, Indonesia dipastikan juara umum sea games kali ini. Yeah, hidup Indonesia!




                  Saat saya berfoto dengan backround sea games, tiba-tiba seorang Bapak-Bapak dari salah satu media mewawancarai saya seputar sea games terutama lomba balap sepeda. Hmm, pas sekali ya Bapak ini mewawancarai saya yang memang hobi sekali bermain sepeda. Sayapun langsung memberi tanggapan dari beberapa pertanyaan yang diajukan.





#A Will saya kali ini adalah, lebih berupa harapan. Harapan agar Indonesia bisa memiliki prestasi yang gemilang dalam semua bidang, tidak hanya dalam sea games. Mudah-mudahan sea games tahun mendatang bisa terus berjaya, amin. Dukung para atlit Indonesia, harumkan nama Indonesia. Jadi ingat lagu Ello feat Sherina nih, ‘Ayo ayo ayo, Indonesia Bisa! Ayo ayo ayo, bangkit Bersatulah! Ayo ayo ayo, kami datang untuk mendukungmu….’

(KPK) Ketika Perut Keroncongan…
                Setelah kenyang menonton acara sea games yang berujung manis, kini Pak Polisi kembali membuka jalan raya, so, nggak ada lagi deh kata macet. Sekitar jam 3-an baru bus melaju menuju restoran Sindang Reret yang tak jauh dari Gunung Tangkuban Parahu. Hmm, kebanyakan anak-anak juga sudah mengeluh kelaparan katanya. Tadinya kan di jadwal kita makan jam setengah 2, eh ngaret setengah jam-an, aduh, pokoknya perut-perut kami sudah benar-benar berada pada titik kelaparan, kawan. Untung resto-nya deket.
                Alhamdulillah hidangan sudah ludes disikat para pemburu makanan, he. Tapi Allah kembali menurunkan rahmat-Nya berupa hujan. Yang asalnya kita mau ke kebun strawberry pun batal. Ya sudahlah, gak apa-apa. Toh jalan-jalan udah, nonton sea games udah, makan juga udah, itu aja udah cukup, pak. Jadi?
Jadi selanjutnya kita akan berangkat menuju Garut!
Taman Air Sabda Alam adalah tujuan kami, kita mau renang, horee. Setelah itu baru berbelanja sepuasnya di gerai picnic. Sip deh.

Dua Keranjang gak Cukup…
                Setengah sebelas malam kita baru sampai di gerai Picnic, sungguh waktu yang tidak tepat untuk berbelanja. Untung sebelumnya sudah ada kontak dengan gerainya, jadi jam berapapun mereka siap menunggu, hmm pelanggan setia gitu loh.
                Ceritanya, anak-anak kelas 2 di Pondok nitip dibeliin oleh-oleh. Mereka kasih uang plus catatannya. Hmm, awalnya sih fine-fine aja, eh ternyata ketika saya mulai belanja, pesenan mereka tuh lebih dari apa yang diperkirakan. Bahkan dua keranjang aja gak cukup. Nyampe jatoh-jatoh segala, untung si mas-mas gerai-nya baik nolongin. Hupff, saya sampai belanja 3 kereksek jumbo lho, hehe. Semua orang mencibir
“ Ck ck ck, teh Lena, gak salah tuh belanjaan?”
Ah udah deh, ini tuh bukan punya saya. Saya Cuma menjalankan tugas sebagai Ibu yang baik buat anak-anak di rumah, ups maksudnya di pondok. 


#Eh, setelah mengunjungi gerai ini yang ke-2 kalinya lho setelah study tour SMP kemarin, saya kok jadi mikir ya. Kata manager pabrik dodol picnic di garut, produk mereka tuh bahkan udah go internasional lho. Nah pas ngebayangin Tasik, sebenarnya banyak ya ciri khas makanannya itu. Ada opak, ranginang, dll. Tapi rasa-rasanya belum bisa seluas itu pangsa pasarnya. Masa iya sih makanan kita kurang diminati? Pasti ada yang kurang beres nih. Maka, saya berkeinginan suatu saat nanti bisa membuka usaha yang benar-benar menjual barang lokal dengan kualitas memukau. Hmm, kan keren tuh. Sekalian memberdayakan masyarakat kampung saya yang suka memproduksi makanan-makanan tersebut tapi tak tahu harus disalurkan kemana.  Sip deh.


                Dan berakhirlah perjalanan study tour kami. Teat pukul 12.30 si mini bus biru paling awal sampai di Lawang Condong. Mata yang terlelap dan pantat yang merasakan panas lantaran berjam-jam duduk tanpa bergerak, akhirnya usai juga.
Hei, kita sampai!
Dengan membawa 3 kresek oleh-oleh, di tambah tas gendong, saya berjalan bersama yang lainnya menuju pondok. Aduh, bantuin atuh ih, berat. Tapi apa daya, mereka pun mengalami hal yang sama. Ya sudahlah, dengan tidak berisik karena takut membangunkan warga sekitar, kamipun akhirnya sampai di kamar masing-masing. Aduh, langsung pengen rebahan deh jadinya. Jam setengah satu malam, bayangkan!
Sebelum tidur, tiba-tiba a will  tadi berkelebatan. Ada yang kemudian menjadi tekad yang kuat, tapi ada juga yang sedikit ragu-ragu ketika membayangkan bagaimana jadinya nanti. Ah saya ini. Cepat saja saya hapus bayangan keraguan itu. Allah pasti mendengar, karena Allah lah Maha mendengar. Sekarang bagaimana kita berusaha untuk menggapai tekad kuat itu.
                Jika ada orang yang bilang,  banyak manusia menderita karena keinginannya sendiri. Eits, ini tidak berlaku bagi beberapa keinginan saya. Karena a will di sini lebih terkesan sebagai tekad yang kuat untuk mewujudkan sesuatu agar berbuah kemanfaatan dan kebarakahan yang semuanya dilandaskan untuk semata-mata mencari Ridha Allah SWT. Kalau kita gak punya kemauan, ya selamanya kita akan tetap begitu-begitu aja. Tidak ada perubahan, statis, tidak maju tidak mundur. Ah, kalau sudah begitu mau jadi manusia apa kita ini. Sayang banget hidup sekali Cuma buat jadi manuia statis mah. Mending jadi manusia yang gemar melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Sesuai hadist Rasul :
“ barangsiapa hari ini lebih baik dari kemarin maka Ia beruntung, jika sama saja maka Ia merugi, Jika lebih jelek, maka Ia dilaknat! “
So, sesuatu akan terwujud jika berawal dari kemauan yang besar. Setelah itu lanjutkan dengan usaha dan doa. Barulah bertawakal ilallah. Dan ingat, If there is a Will, there is a Way. 
Happy Ending,
Happy Study Tour ^_^