Heart






Iyoo, kadang kesedihan itu mampu membuat seseorang mati. Aku mengerti dan tentunya faham mengapa hal demikian sampai terjadi. Setiap orang tentu memiliki hati. Kalau kau tahu, tidak ada di dunia ini sesuatu yang lebih lembut melebihi hati. Hati adalah anugrah dari Allah yang begitu lembut, jujur, dan memiliki pengaruh yang sangat fatal bagi jiwa manusia.
Jika banyak didunia ini yang selalu bersikap kasar, tidak berperasaan, itu bukan karena hatinya yang keras. Hati tetaplah lembut sampai kapanpun, hanya saja bisa jadi akal pikirannya lebih mendominasi jiwanya, sehingga sesuatu yang indah atau benar sekalipun dapat berubah menjadi kebalikannya. Mereka hanya tak mau mendengarkan kata hatinya. Itulah sebabnya banyak orang yang tak berperasaan di dunia ini.
Iyoo, dari semua kelebihan yang dimiliki hati kita, ternyata Iapun begitu sensitif, mudah terjamah, mudah tersentuh, mudah terluka, itulah kekurangannya. Tak bisa dibayangkan bagaimana dampak dari semua kekurangannya itu bagi keselamatan seorang anak manusia.
Banyak orang yang jika suasana hatinya bergembira, jiwanyapun ikut ceria, berbinar-binar, yang kemudian tercermin kedalam prilaku yang manusia itu perbuat. Bayangkan jika seseorang yang kau sukai ternyata akhirnya juga mencintaimu. Bagaimana perasaan hatimu? Tentu berbunga-bunga, senang luar biasa, bahkan bisa sampai mengejang perutmu. Dahsyat bukan dampak dari suasana hati itu?
Tapi sebaliknya, bila ternyata kekasih kita berpindah ke lain hati, bagaimanakah perasaan hati kita? Sakit luar biasa, serasa teriris pisau, sesak, mencekik, dan sangat sulit untuk diobati. Ini yang ekstrim dari dampak suasana hati kita. Bahkan bisa saja seseorang bunuh diri lantaran prihal ‘sakit hati’.
Jikalau ada di dunia ini obat terampuh untuk menyembuhkan hati ini, tentulah sangat langka, dan proses penyembuhannyapun dijamin akan lama. Dapat berminggu-minggu, berbulan-bulan, bertahun-tahun, atau bahakan seumur hidup hingga akhirnya manusia masuk ke liang lahat.
Coba saja rasakan sendiri. Rasakan jika kau memiliki permasalahan yang melibatkan hatimu. Saling bertengkar antar sahabat misalnya. Atau kurang perhatian orang tua. Atau bahkan dihianati kekasih sendiri. Sungguh rasanya sakit luar biasa. Aku berkata begini karena aku benar-benar telah mengalami semuanya. Dan memang rasanya itu ngilu, perih. Mungkin jika seumpama kulit, sudah berdarah-darah dan tak berbentuk lagi.
Jika kau tahu, bahwa sebenarnya, alat untuk kembali menenangkan suasana hati itu apa? Jawabannya adalah  berdzikir dengan sekhusyu’-khusyu’nya. Berpegang teguh pada Allah. Mengingat satu nama saja dalam benakmu, yaitu ‘Allah’, maka hatimu lambat laun akan melunak, lalu kemudian menjadi tenang.
Itulah, salah satu rahasia di dunia ini yang harus kira tafakkuri dan ‘arifi. Jangan pernah dengan sengaja mencoba menyakiti hati seseorang. Karena entah akan bagaimana nanti di akhirat hisaban dari orang yang kau sakiti itu.Jangan, jangan pernah.

Perekrutan Anggota Baru Matapena Tasik

Oleh: Lena Sa'yati, Pengurus Komunitas Matapena Rayon Tasik
http://www.lenasayati.blogspot.com



 Jum’at, 12 Agustus 2011 kemarin, Komunitas Matapena Tasik untuk pertamakalinya mengadakan acara perekrutan anggota baru. Ada 47 peserta yang mengikuti acara ini. Terdiri dari 43 santriwati dan 4 santri. Bertempat di gedung I’anah lt.2, agenda pertama adalah pembukaan. Dengan Mina Hapadoh (Ketua Matapena Tasik) sebagai MC, dan Ustadz Syahruzzaky Romadloni  memberikan sambutan selaku pembina Kepenulisan di Ponpes Condong.
Selanjutnya pengenalan Komunitas Matapena kepada para peserta disampaikan oleh saya sendiri selaku pengurus Komunitas Matapena Tasik. Materi ini bertujuan untuk memperkenalkan dan memahamkan kepada para peserta tentang apa itu Komunitas Matapena, kapan terbentuknya, apa sajakah kegiatannya, dll. Disela-sela materi, saya pun memutar video kegiatan-kegiatan anggota Matapena Tasik selama setahun terakhir. Video tersebut dapat anda lihat disini:



Setelah materi pengenalan Komunitas Matapena, para peserta digiring ke area gedung mandiri untuk mengikuti kegiatan selanjutnya, yaitu olah rasa. Dalam kegiatan ini, para peserta dituntut untuk lebih peka terhadap apa yang mereka rasakan, mereka lihat dan yang mereka  dengar. Kegiatan ini dilakasanakan diluar ruangan, dengan tujuan, agar para peserta dapat dengan mudah mendapatkan inspirasi dari apa yang mereka rasakan (tentu akan berbeda jika bertempat didalam ruangan).
 Setiap anak ditekankan agar tidak pernah sekalipun melepaskan pena dan buku, kemudian mata mereka satu persatu ditutup oleh panitia. Lalu satu sama lain berpegangan tangan, untuk kemudian diarahkan oleh panitia ke lokasi yang dituju. Di sini, kata hati, insting dan pendengaran yang lebih ditekankan. Kemudian anak-anak didudukan oleh panitia dengan jarak berjauhan satu sama lain. Seakan-akan mereka merasa sendirian saja ditempat itu. Beberapa menit kemudian, terdengar seruan “ Tidakkah kau lihat dibarisan rak-rak toko buku itu disesaki oleh buku-buku karangan orang asing? Tidakkah kau melihatnya? Buka matamu, buka! Buka mata kalian! “. Enam orang dari panitia telah siap mementaskan teater yang diawali oleh seruan tadi. Serentak para peserta melepaskan penutup matanya meski dengan ragu-ragu. Mereka terlihat celingukan saat menyadari disekelilingnya banyak orang, termasuk para santriwati di dalam kelas yang juga ingin ikut menyaksikan teater yang ditampilkan oleh para panitia dari anggota Matapena. Dengan menyaksikan penampilan teater, para peserta dituntut untuk peka terhadap apa yang mereka lihat dan dengar.

Pengenalan Komunitas Matapena
sebelum olah rasa
pengarahan sebelum olah rasa
menguji kepekaan
penempatan peserta saling berjauhan
penempatan selesai
" Buka matamu! buka!.."
Semua orang bisa menulis, Nak..jarrib, walaahid takun 'aarifan. Kita ingin, kita bisa!
Setelah melalui proses olah rasa, para pesertapun diminta untuk menuangkan apa yang baru saja mereka rasakan kedalam tulisan. Mereka diberi waktu satu jam untuk mengerjakannya. Sementara disela-sela itu, para panitia sengaja mendekati satu-persatu dari mereka untuk sedikit bertanya ini itu seputar sastra dan pengalaman mereka dalam bidang itu.

menuangkan apa yang dirasakan
panitia menghampiri peserta
pena, pena, pena. Jadilah prajurit penghunus pena.
Setelah semuanya selesai, para peserta kemuidan berkumpul untuk mengikuti diskusi sastra bersama seluruh panitia. Saya memulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan seputar buku-buku bergenre sastra. Beberapa dari mereka ada yang bisa menjawab, bahkan sampai menjelaskan tentang isi bukunya, kesan terhadap buku tersebut, kemudian alasan mengapa buku itu begitu menarik untuk dibaca. Sebuah kebanggaan bagi saya ketika melihat sebagian dari mereka memiliki minat baca yang cukup besar. Karena penulis yang besar, adalah pembaca dengan minat besar pula.


Mengajukan beberapa pertanyaan seputar buku-buku sastra dan penulis-penulisnya
menyimak pertanyaan
Elif sharing buku yang dibacanya
Rahmaliapun menjelaskan isi buku yang dibacanya
Bakda dzuhur acara dilanjutkan dengan sarasehan sastra. Yang menjadi narasumber kala itu adalah sastrawan muda Tasik Bode Riswandi, penggiat sastra yang tergabung dalam Sanggar Sastra Tasik (SST), yakni salah satu sanggar sastra yang diasuh oleh sastrawan sekaliber Saiful Badar, Acep Zam-zam Noor, dan Nazaruddin Azhar. Sewaktu duduk dibangku SMP, saya sempat mengikuti lomba baca puisi yang diadakan SST. Dan kala itu saya membacakan puisi yang berjudul ‘Epitaf’ karya Bode Riswandi. Dan akhirnya, kemarin saya bisa juga membawa beliau ke ponpes untuk memberikan materi pengenalan sastra dan training motivasi menulis kepada para peserta. 

Pak Bode menyampaikan materi seputar sastra
Beliaupun sempat becerita tentang cerpennya yang berjudul 'wanita tanpa cerulit'
Panitia bersama sastrawan muda tasik Kang Bode Riswandi

Setelah mengikuti sarasehan sastra, para peserta beristirahat untuk melaksanakan shalat ashar, setela itu kembali ke ruangan untuk menonton trailer film santri ‘Hidup sekali Hiduplah Yang Berarti’ bersama-sama. Setelah itu, mereka kembali digiring ke gedung mandiri untuk mengikuti kegiatan selanjutnya, yaitu Forum Diskusi Sastra. Para peserta dibagi kedalam 6 kelompok. Masing-masing kelompok dibimbing oleh satu fasilitator dari panitia. Dalam forum ini, fasilitator memberikan sedikit pengenalan sastra, lalu meminta para peserta untuk saling menyambung cerita, menanyai satu-persatu tentang proses awal mereka menulis, memainkan game sastra, sharing seputar sastra, dll.

bazar kaset, buku dan buletin
Bazarnya banjir pembeli nih, alhamdulillah

Proses FDS (Forum Diskusi Sastra)


Selepas mengikuti Forum Diskusi Sastra, para pesertapun berkumpul di belakang gedung Brunei. Di sana para peserta akhirnya diberitahu bawa mereka semua telah resmi menjadi anggota baru Matapena, dan sebagian dari mereka akan dibentuk redaktur khusus mading Matapena. Acara ini sekaligus menutup seluruh kegiatan dalam acara perekrutan anggota baru Matapena. Lalu salah satu dari peserta diminta untuk memberikan testimoni terhadap kegiatan ini.
                Sambil ngabuburit, terakhir, acara diakhiri dengan musofahah para peserta dengan seluruh panitia. Dan mereka diberi pesan untuk tetap istiqomah dalam menulis, dengan tetap mengusung nilai-nilai keislaman dan dakwah. Suasana haru terlihat kala itu, karena setelah musofahah, para peserta enggan meninggalkan lokasi kegiatan. Akhirnya saya menyuruh para panitia untuk berkumpul di depan kelas gedung Mandiri, baru para peserta pasrah meninggalkan lokasi. Dan dengan rasa haru, mereka melambaikan tangan pada panitia. Seakan lambaian itu mampu mengutarakan perasaan mereka; ‘sampai jumpa, sampai bertemu lagi dengan karya-karya yang lebih hebat, dan bermakna’. Ya, akhirnya, sayapun mengucapkan “ Terimakasih sudah berpartisipasi dalam kegiatan ini, semoga acara ini bermanfaan bagi kita semua, amin”.

Shollalloh 'ala muhammad, Shollalloh 'alaihi wasallam
sampai jumpaaaaaaaaaa!...

RAMADHAN, Momentum Memupuk Kesabaran


Oleh: Lena Sa’yati

Saat lapar, tak boleh makan. Saat hauspun tak boleh minum. Saat kesal, tak boleh marah. Saat itu pula sejenis jin dan syetan kabur ketakutan. Kapan semua itu terjadi? Ini dia, yang disebut somebody is leaving, Ramdhan is coming! Benar, tamu agung kembali datang! Sebaliknya, tamu tak diundang pergi ketakutan. Inilah bulan mulia yang ditunggu-tunggu. Bulan penuh ampunan dan pahala tak tergantikan. Iya, penuh ampunan, iya pahala-pahalanya dilipat gandakan, tapi seberapa besarkah kemampuan kita menggapai kesabaran dalam menjalani puasa di bulan Ramadhan? Dan jawaban anak muda sekarang; Berapa aja boleh deh. 
Ramadhan Momentum untuk Bermalas-malasan?
Seribu satu godaan pasti akan kita temukan ketika menjalani puasa Ramdhan. Dari mulai terbit fajar, sampai tenggelamnya matahari, seakan disesaki bisikan dan hasrat ingin segera berbuka. Lihat yang dingin-dingin, bawaannya haus melulu. Lihat yang enak-enak, bawaannya lapar terus. Apalagi cuaca terik, perut keroncongan, tapi aktifitas tetap berjalan. Sungguh siksaan yang tiada habisnya. Kalau sudah begitu, sudah barang tentu kita terjangkit virus 5L: lemas, letih, lesu, loyo dan lunglai. Bawaannya malas ngapa-ngapain dan milih untuk tidur saja, atau nonton tv aja di rumah sambil ngadem, dari pada beraktifitas di luar bikin iman tergoda.
Eits, ternyata belum sampai disitu saja. Ketika waktu isa tiba, kita masih harus menunaikan ibadah shalat tarawih. Mana ke mesjid jauh, jumlah raka’atnya banyak, ditambah imamnya lambat banget lagi baca surahnya. Alhasil, bagi segelintir orang-orang MAKAN alias malas dan kurang iman, langsung pindah tuh kejajaran belakang untuk selonjoran. Dan lagi, untuk balas dendam karena seharian nggak makan dan minum, malamnya dihabiskan untuk menyikat semua makanan yang ada, daging, sayur, jus, buah-buahan, rujak, sampai kue-kuean ludes atas perintah perut kosong dan hawa nafsu yang tak terkontrol. Kalau sudah kenyang, langsung tidur, malas tahajud, malas sahur, atau bahkan malas shalat subuh! Ih, na’udzubillah. Pokoknya, satu kata untuk Ramadhan; Malas! Nah, yang model begini nih yang sering banget ditemukan disekeliling kita, atau bahkan kita sendiri seperti itu? Oh no! Jangan dong!
Yang muda, yang berpahala
Tidurnya orang yang sedang berpuasa memang ibadah dan bernilai pahala. Tapi gak wajar juga kalau kerjaan kita cuma tidur sepanjang puasa. Atau malah menjadikan dalil untuk tidur seharian sampai bedug magrib tiba. Ingat, Rosulullah SAW bersabda “ Al harokatu barokah “ yang artinya, bergerak itu mendatangkan keberkahan. Tapi bukan bergerak pas tidur, ngigau ke sana kemari, itu sih sama aja boong. Maksudnya bergerak melakukan hal-hal bermanfaat, seperti memperbanyak baca Al-Quran, shalawat, mengaji, belajar, dsb. Tentu lebih mendatangkan manfaat,  dan pahalanya pun lebih cihuy daripada dzikir-dzikiran (ngantuk dengan kepala ngangguk-ngangguk). Masa sobat sama sekali nggak tertarik dengan janji Allah tentang pelipat gandaan pahala di bulan Ramadhan. Masa gak tertarik untuk berbuat hal-hal mulia selama puasa Ramadhan. Malu dong sama Ramadhan, bulan yang mulia, suci, dan memiliki segudang keutamaan.
Rosulullah SAW saja bersabda: “ Jika telah datang awal malam bulan Ramdhan, diikatlah para setan dan jin-jin yang jahat. Ditutup pintu-pintu neraka, tidak ada satu pintu-pintu yang dibuka dan dibukalah pintu-pintu surga, tidak ada satu pintupun yang tertutup, berseru seorang penyeru: ‘Wahai orang yang ingin kebaikan lakukanlah, wahai orang yang ingin kejelekan kurangilah. Dan bagi Allah itu terjadi pada setiap malam” (HR. Tirmidzi). Kemudian dalam riwayat lain, sabda Rosulullah SAW “ Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan sabar dengan menyimpan pahala disisi Allah, maka seluruh dosanya akan diampuni” (HR. Bukhoro dan Muslim).
Subhanallah, betapa mulia bukan bulan Ramadhan ini? Saking mulianya, sampai orang yang tidurpun bernilai pahala. Berarti, kalau tidur saja mendapat pahala, apalagi kalau ditambah mengaji Al-Quran, dzikir, shalat tahajud dan baca Shalawat, ya? Ditengah keterbatasan fisik; tidak boleh makan, minum, marah, dll, jika kita menghadapinya dengan semangat dan mengisinya dengan hal-hal yang bermanfaat, bukan dengan malah bermalas-malasan, tentu nilai pahalanyapun akan semakin bertambah. Tapi ingat, jangan pahalanya dong yang dijadikan batasan, niat harus tetap lurus lillahi ta’ala, adapun pahala, itu sebagai tabungan buat akhirat  dan motivasi saja. Sebagai kaum muda, yang spiritnya masih berkobar, tentu harus jauh dari kata malas. Nenek kita saja yang sudah renta dan bahkan sulit berdiri, masih semangat puasa, shalat tarawih, dan ibadah lainnya. Apalagi kita-kita yang masih muda? Malu dong! Mestinya, kaum muda yang semangatnya membara, paling sering ibadahnya, paling banyak pula pahalanya.
Saatnya memupuk kesabaran
Sepertinya kata yang paling khas di bulan Ramadhan adalah; Lapar! Benar sekali, padahal biasanya saja sehari kita makan tiga kali, tapi ketika Ramadhan Cuma dua kali, itupun di ujung senja dan di ujung malam, berjauhan sekali, keburu lapar lagi. Tapi kan kalau melahap makanan pas puasa  batal! Melahap buku aja, atau Al-Quran lebih bagus, lebih menentramkan, dijamin tidak batal, malah dapat pahala. Intinya, ujian terberat yang Allah berikan pada kita di bulan ini adalah ujian kesabaran. Kesabaran dalam mengendalikan emosi, dan kesabaran dalam menghadapi segala sesuatu yang serba terbatas.
Bangsa arab jaman dahulu menggunakan kata Ramadhan untuk menyebut nama bulan kesembilan dalam penanggalan hijriyah, yang artinya ‘panas yang teramat sangat’, dimana padang pasir tengah bergemuruh riuh, disertai terik matahari yang mengkilat-kilat. Pada saat itulah kewajiban puasa ramadhan diturunkan.  Lha kok, mengapa Allah begitu ‘tega’ memerintah hambanya menunaikan ibadah puasa pada waktu dengan keadaan yang sangat tidak bersahabat. Justru disanalah Allah menguji kesabaran hambanya.
Rosulullahpun bersabda “ Puasa itu setengah kesabaran. Dan kesabaran itu sebagian dari iman” (HR. Tirmidzi).
Kalau dipikir-pikir, sungguh ajaib ya bangsa arab jaman dahulu itu. Di tengah padang pasir tandus, di bawah terik matahari, mampu menahan diri dari lapar dan dahaga! Apa tidak gila? Ya, mereka gila, gila akhirat, gila ibadah, gila pahala, gila yang sangat menguntungkan untuk hidupnya kelak diakhir masa. Lantas bagaimana dengan kita? Kita tidak sedang hidup di padang tandus kan? Cuaca terik, tinggal ngadem dirumah, sambil menyalakan AC. Jarak jauh, jadi cepat dengan kendaraan modern. Jaman dulu kan pake kuda. 
Berkaca pada masa lalu adalah sikap yang bijak. Kita sudah dianugrahi semua kemudahan yang lebih dari maksimal. Tapi apa yang terjadi? Mengaku anak muda, berjiwa muda, maju tak gentar membela yang benar, maju terus pantang mundur, energik dan bersemangat, namun ironis, lihatlah siapa yang dengan terang-terangan merokok di pinggir jalan? Lihatlah siapa yang mengisi shaf masjid di jajaran pertama? Siapa yang melakukan shalat berjamaah subuh di sana? Lihatlah siapa yang selalu dengan anarkis main hakim sendiri? Tidak sadarkah siapa yang selalu berbondong-bondong menghadiri majlis ta’lim dan pengajian-pengajian?
Ternyata fakta berbicara, kaum muda lebih banyak menyuarakan daripada melakukan. Hanya segelintir dari mereka yang lulus dari ujian Allah. Nilai kesabaran yang terlihat baru nol koma persen dari nilai maksimumnya. Terkadang semangat muda yang terlalu menggebu pun berbelok ke arah egoisme yang berujung anarkis. Sungguh miris bukan? Maka, dengan datangnya bulan Ramadhan, seakan menjadi embun yang menyejukan keringnya hati namun akan pergi seiring lahirnya matahari. Maka pergunakanlah bulan ramadhan yang hanya 30 hari ini untuk moment membagun dan memupuk kesabaran kita. Kesabaran yang menjadikan kita lebih bijak menatap hidup, dan yang paling penting, lebih mulia derajatnya disisi Allah. Kan jarang-jarang tuh kita puasa di hari-hari biasa. Maka, berbahagialah tatkala puasa ramdhan tiba, karena kita dapat menguji seberapa besar nilai kesabaran dalam diri kita, dan ketahuilah, barangsiapa yang lulus dari ujian Allah, maka Ia beruntung. Siapa sih yang tida mau untung? Baik untung di dunia, maupun unung diakhirat. Tak terkecuali kaum muda, anak kecil, ibu-ibu, bapak-bapak, nenek-nenek, kakek-kakek, semuanya pasti ingin beruntung! Jadi, supaya beruntung, mulai sekarang, hilangkan keegoisan, pupuk kesabaran di bulan Ramadhan. [Lena]