PERGANTIAN PENGURUS BARU Periode 2011/2012


JABATAN atau AMANAT?
Lena Sa’yati,
lenasayati@gmail.com

                  Ada yang menggelitik pada setiap acara pergantian pengurus Organisasi Santri Pesantren Condong (OSPC). Dulu, kami Seringkali menamai proses pergantian itu dengan nama Serah Terima Jabatan (SERTIJAB). Jika dilihat dari objek yang menjadi pergantiannya memang penyerahan sebuah jabatan, Ketua menyerahkan masa  jabatannya sebagai  ketua kepada pengurus baru. Divisi pendidikan menyerahkan masa jabatannya sebagai divisi pendidikan kepada pengurus baru, begitupun dengan divisi-divisi lain. Tidak ada yang salah, memang. Dan memang sudah lumrah begitu. Tapi mari kita tengok kembali, ketika Bapak SBY menjabat sebagai presiden, Bapak Dede Yusuf menjabat sebagai wakil gubernur Jawa Barat, dan Bapak Syarif menjabat sebagai wali kota Tasikmalaya, maka masing-masing  jabatan yang ketiganya duduki itu bukan hanya sekedar sebuah amanat dari rakyat untuk bisa mewakili aspirasi dan juga harapan untuk sebaik mungkin memimpin sebuah daerah atau negara. Sebuah Jabatan seringkali dikonotasikan dengan kedudukan seseorang pada sebuah struktur masyarakat yang nantinya harus ada timbal balik berupa materi atau dengan bahasa merakyat kita sering menyebutnya ‘gaji’. Mana ada presiden yang tidak digaji? Atau seorang manager perusahaan yang tidak digaji? Atau bahkan pak RT yang memilki jabatan paling dekat dengan masyarakat sekalipun, pasti memiliki gaji yang tetap atas jabatannya itu. Itulah kesan yang timbul dari ‘jabatan’. Ketika seseorang mendudukinya, timbal balik atas jabatannya itu haruslah ada.
                Lantas bagaimana dengan pergantian pengurus OSPC? Bukankah setiap pengurus OSPC menduduki jabatannya didasarkan atas keikhlasan dan pengabdian kepada lembaga tempat mereka menuntut ilmu. Tidak ada gaji perbulan. Tidak ada dana kompensasi. OSPC murni menanamkan sikap ikhlas dan bertanggung jawab atas amanat yang telah diberikan kepada para pengurusnya. Ketua, Sekretaris, Divisi-divisi, pada hakikatnya semua sama. Tak ada yang lebih diatas, atau yang rendah dibawah. Lebel yang menaungi semua kedudukan itu adalah sama, yakni sebuah amanat. Kedudukan itu menjadi sebuah amanat yang tidak boleh disalah gunakan dan harus menjadi pandangan. Seorang Ketua tidak bisa memerintah seenaknya lantaran merasa kedudukannya lebih tinggi dibanding yang lain. Atau senang memerintah sedangkan dirinya sendiri tidak mengerjakan. Disinilah makna sebuah amanat berperan. Amanat yang merupakan sebuah kepercayaan dari seseorang  untuk orang lain dan apabila dikhianati maka hukumannya datang langsung dari Allah SWT. Betapa Jika sebuah amanat dikhianati, maka orang itu termasuk orang munafik, sedangkan tempat yang setimpal bagi orang munafik hanyalah dineraka. Na’udzubillah.
                Begitulah makna sebuah amanat yang diemban para pengurus OSPC ini. Maka, berkhianat atau tidaknya  terhadap amanat yang mereka emban , dapat dilihat dari etos kerja, semangat menggerakan masa kearah yang positif, serta rasa kepekaan dan tanggungjawab yang tertanam dalam diri masing-masing. Tidak sedikit para pengurus yang awalnya semangat, giat menggiring anggotanya kemushala, atau sekolah, menjadi orang yang paling depan pada shaf shalat, serta peka terhadap semua keluhan dari para anggotanya, namun beberapa bulan kemudian berubah 180 derajat. Sikap-sikap istimewa yang mereka tampilkan diawal masa kepengurusan tidak ada sama sekali bekasnya lagi. Sifat ingin memerintah, sedangkan dirinya tak mengerjakan menjadi rutin diperbuat. Allah murka pada orang-orang seperti ini. Keikhlasan mulai luntur seiring perasaan penat yang dirasakan selama mengurusi anggota. Mungkin akan berbeda jika ada ‘iming-iming’ yang akan mereka dapatkan jika berhasil membuat sebuah inovasi, atau sebuah perubahan yang signifikan seperti yang seringkali terjadi pada karyawan perusahaan, lantaran berhasil menarik sekian banyak klien, diapun mendapatkan reward berupa rumah baru misalnya. Tentu akan timbul motivasi besar untuk terus menemukan inovasi-inovasi baru, dan semakin baik dalam bekerja. Disinilah letak keikhlasan mengemban sebuah amanat diuji. Pun perbedaan yang cukup mencolok antara amanat dan jabatan.
                Maka, sebenarnya proses peyerahan sebuah amanat ini sangat berperan dalam melatih karakter kepemimpinan dan tanggungjawab para pengurus dimasa yang akan datang. Tidak mustahil diantara mereka, sepuluh tahun kedepan ada yang menjadi walikota, gubernur, mentri, atau bahkan seorang presiden. Penanaman benih keikhlasan yang diterapkan OSPC inipun tentunya akan sangat berefek dikemudian hari. Insyaallah. Jika sekarang mengurus anggota yang imbalannya pahala dari Allah sudah bisa jujur, dan maksimal, maka nanti ketika menjabat sebuah kedudukan yang imbalannya berlipat disamping pahala juga mendapatkan ihsan, maka tentunya etos kerja dan sikap jujur harus lebih maksimal lagi (meski sebenarnya tetap harus didasari keikhlasan, bukan karena pahala dan ihsan).
                Nah, setelah menyelami makna sebuah amanat lebih dalam, nama pergantian pengurus sempat berubah menjadi Serah Terima Amanat (SERTIMAN), dan terakhir, pada acara pergantian pengurus yang baru saja dilaksanakan pada tanggal 15 Januari 2011 kemarin, berubah kembali menjadi “Pergantian Pengurus” baru saja. Mungkin sebagian orang ada yang menganggap perubahan nama itu tidak penting, tapi justru dari sebuah nama acaranya saja akan timbul beragam kesan.
                Terakhir, saya ingin mengucapkan selamat dan sukses kepada pengurus baru yang siap mengemban amanat baru mengurusi pondok dan anggota-anggotanya. Semoga amanat itu terus terngiang-ngiang di telinga kalian, sehingga bisa menjadi suatu pandangan, dan kalian dapat berhati-hati dalam bertindak nanti. Dan yang terpenting, semoga kalian tidak termasuk orang-orang yang ‘ajug’ (menyuruh, tapi tidak mengerjakan). Amin.
               

majalah DAMAR edisi 4

Lena Sa'yati,
lenasayati@gmail.com


                          Saya mengenal Bapak Asep M. Tamam, Ketua Jurusan Bahasa Arab IAIC Cipasung sekaligus penulis yang tulisannya getol dimuat di Koran Lokal Radar Tasikmalaya dan Kabar Harian Priangan. Saat melaksanakan UAS di IAIC seminggu lalu, Beliau memanggil saya, dan menyerahkan tiga eksemplar Majalah DAMAR (majalah Sunda & Islam Periangan Timur ) kepada saya. Ternyata tulisan saya yang berjudul "IBU" dimuat juga di Majalah Nuansa Sunda & Islam milik Beliau itu. Ini merupakan pertama kalinya tulisan saya dimuat dalam media cetak. Beliau kembali menawarkan saya untuk menulis yang nantinya akan beliau kirimkan pada media cetak lain. Semoga saya bisa selalu istiqomah menulis, dengan selalu menyuguhkan tulisan-tulisan berkualitas dan berbobot tentunya.
                           Rubrik dalam Majalah DAMAR edisi 4 ini: Kacamata Kebangkitan Islam kebangkitan Versus Dajal Beja Ti Redaksi Musibah Taya Eureuna Liputan Khusus Selembut Apapun Kiayi itu Akan Mereka Habisi Mimbar Pelajar dan Mahasiswa Ibu, Tak Tergantikan, Tak Terbandingkan Opini Ironi Penanggalan Islam Nyoreang Katukang Sasakala Kampung Kutil, Dll.

Untuk melihat tulisan saya yang dimuat di majalah Damar bisa klik DI SINI

KOMUNITAS MATAPENA (Liburan Sastra Di Pedesaan)

MATAPENA GOES TO VILLAGE
Oleh : Lena Sa'yati, Sekolah Tinggi Pesantren Terpadu (STPT) Tasikmalaya
lenasayati@gmail.com

                         Pada tanggal 26-28 Desember 2010, Komunitas Matapena Tasikmalaya yang terdiri dari 16 Orang, yaitu; Saya sendiri, Minna Hafadoh, Diani Utami, Amalia Fathiya, Solawatil Furqoh, Anon Ambari Tania, Wina Selviani, Wida Wandini, Meta Barokatul, Mul Nurjannah, Nabila, Gina Imanayati, Nita Nopianti, Annisa Nurfatwa, Siti Madinah, dan Ikbal Fauzi, mengikuti acara Liburan Sastra di Pedesaan yang ke-5 (LSdP#5) yang di selenggarakan oleh Matapena Pusat. Acara ini bertempat di Yogyakarta, desa Guosari Bantul. Para peserta LSdP ini ternyata berasal dari berbagai macam daerah, dan tentunya mayoritas anak santri (Karena Matapena lebih dikhususkan bagi santri untuk bisa berkarya). Ada yang dari Pekalongan, Medan, Lampung, Jatim, Jogja, Tasikmalaya (kami) dan masih banyak lagi. Acara ini berlangsung selama kurang lebih tiga hari. Meski hari pertama kami sempat ketinggalan karena telat datang. Ada beragam kegiatan yang kami ikuti pada acara tahunan ini. Antara lain;

1. Pemberian materi dari para narasumber yang sudah berpengalaman dalam bidang tulis menulis dan juga bersastra. Seperti Sunlie Thomas Alexander, Sachree M D, Pijer Sri Laswiji, Hasta Indriyana, Gunawan Maryanto,  dan masih banyak lagi.Materi yang dibahas kala itu seputar teknik-teknik membuat karya yang bermutu baik itu dari segi setting cerita, penokohan, atau bahkan pengelolaan konflik.

Para Peserta LSdP#5 sedang memperhatikan pemateri

Menurut Mas Hasta, " Setting cerita itu sangat penting untuk menggambarkan situasi yang sedang dialami si tokoh, sehingga sebuah cerita menjadi lebih hidup. Maka ketika membuat setting cerita, penulis harus bisa membuatnya detail, jelas, namun tetap dengan kata-kata indah yang mengalir."

Mas Sunlie memberikan materi "Motivasi Menulis, mencari dan Menentukan Ide cerita"
 beliau juga memberikan beberapa tips untuk menggali ide cerita, antara lain;
-Kenali Dunia Sendiri
-Baca Sebuah buku, kemudian coba tulis ulang dengan kata-kata sendiri
-Tabungkan ide yang sulit ditulis
-Tulis Ide yang mudah ditulis dulu

Belajar mengelola konflik bersama Mas Gunawan Maryanto. Beliau bilang, " Bahwa suatu cerita, jika tidak diperkaya dengan konflik, maka hanya akan menjadi cerita yang tidak menarik. Bahkan cerita monotonpun bisa menjadi menarik jika diperkaya konflik."

2. Senam Pagi yang sangat unik karena menggunakan payung sebagai propertinya. Ditambah Mas Mahbub yang menjadi instruktur senamnya sangat konyol dengan gerakan-gerakannya yang eneh bin ajaib. Coba saja lihat foto-foto ini;
 Mas Mahbub selaku penulis senior di Matapena yang juga menjabat sebagai instruktur senam dadakan.




Gerakan-gerakan unik atas instruksi Mas Mahbub
Tapi, setelah sekian lama berfikir dan terus memperhatikan para pemateri, akhirnya otakpun fresh kembali, dan semangat untuk kembali berkarya.

3. Evaluasi menulis berkelompok. Kegiatan ini memilih outdoor sebagai tempat yang dirasa efisien untuk mengevaluasi para peserta dari apa yang telah mereka dapat dari para pemateri. Disini para peserta boleh meluangkan semua unek-uneknya seputar bersastra dan tulis-menulis. Kegiatan ini dibina oleh para penulis Matapena, seperti Mas Restu, Mas Zaki, Mas Peppy, Mas Rimba, Mbak Khilma, Mbak Sofa, Mbak Fina, Mbak Pijer, Mbak Sundari, Mas Sugeng, Mbak Dzakiya, dll. Satu kelompok, satu pembina. 
Tepi sungai menjadi tempat menarik dan nyaman untuk evaluasi antar kelompok.
Selain mengeluarkan unek-unek, para peserta juga bisa sharing dengan teman-teman sekelompoknya untuk saling menambah wawasan seputar kepenulisan. Peran pembina disini adalah sebagai mediasi, selain memimpin proses berjalannya kegiatan.

4. Olah Rasa. Yang dimaksud olah rasa disini adalah, pelatihan para peserta untuk mengolah apa yang mereka rasakan dan dituangkan menjadi sebuah tulisan. Kegiatan ini bertempat di tempat wisata Gua Selarong. Setiap peserta ditutup matanya ketika hendak berjalan menuju puncak gua. hal ini bertujuan untuk menguji ketajaman feeling para peserta dalam meresapi apa yang terjadi disekitar mereka.

Sesampainya di Tempat Wisata Gua Selarong

Sebelum melakukan perjalanan dengan mata tertutup, para peserta sempat berlatih olah nafas terlebih dahulu.


Perjalanan menuju Puncak Gua Selarong dengan mata tertutup
Sebelum menginjak ke acara Olah Rasa, para panitia dari Komunitas Matapena sempat menampilkan sebuah drama yang sangat memukau. dalam drama itu di ceritakan seorang raja yang mengadakan sayembara para pejuang kerajaan. Banyak para penipu ulung yang datang menghadap raja hanya karena tertarik pada imbalan harta yang dijanjikan Raja saja. namun pada akhirnya Raja memilih para pejuang pena untuk dijadikan prajurit kerajaannya. Raja berseru " Hunus Penamu! Hunus Penamu para prajurit Pena!". Drama ini menggambarkan betapa para peserta sangat dinanti-nanti sejarah untuk siap melahirkan karya-karya lewat tarian penanya. Sungguh sebuah drama yang fantastis!
 Para peserta saat diminta menuangkan karya sekali duduk
Setelah diberi pelatihan bagaimana cara mengolah rasa hingga menjadi sebuah karya yang bagus, para peserta diminta membuat karya rylis berupa cerpen dalam waktu yang singkat. Maka dari itu, season ini dinamai ' Menuangkan karya sekali duduk'

5. Pentas Teater, Puisi, dan Orasi Budaya. Acara ini sekaligus menjadi kegiatan penutup bagi LSdP#5. Para peserta diminta untuk menampilkan drama. Proses pemilihan peran, penari, pembaca puisi, dan backing vokalnya dilakukan di Gua Selarong. Sekaligus latihan secara intensif, tanpa naskah. Begitu mendadak, memang. Tapi justru melatih seni peran dan bakat para peserta. 
 proses pemilihan peran untuk drama
 Mas Rimba memberikan pengarahan kepada para peserta
Mas Mahbub memberikan pengarahan kepada para peserta yang terpilih dalam pementasan drama 
 Para penari saat latihan
                  Tibalah malam terakhir yang merupakan puncak dari semua kegiatan. Panitia menyiapkan panggung dan sederet kursi-kursi yang nantinya akan diduduki para warga desa, tamu undangan, dan para peserta LSdP#5. Setelah pembacaan ayat suci al-quran dan beberapa sambutan, para peserta LSdP#5 yang bertugas tampil dramapun naik keatas panggung. Suasana mulai terasa ramai.Dan yang paling menggembirakan, Matapena kedatangan tamu, sekaliber D.Zawawi Imran, sastrawan Indonesia yang berasal dari daerah Madura. Beliau juga pernah tampil dalam acara kesenian Winter Nachten di Belanda (2002). Zawawi tampil untuk membacakan puisi. Sambutan penonton sangat meriah saat beliau pentas di panggung. Karena cara beliau membaca puisi sangat beda dari yang lain.Dan tentunya sangat memukau.
                   Hadir pula Faisal Kamandobat seorang penyair dan juga orator yang malam itu tampil untuk orasi budaya. Orasinya yang menggebu-gebu dengan isi orasi yang mengangkat tema karya-karya anak-anak pesantren, dan menyindir habis-habisan generasi sekarang yang sudah tak perduli lagi dengan sastra dan karya tulis lainnya.
                  Dan diujung acara, Genk Kobra yang terdiri dari empat personil tampil memeriahkan acara dengan lagu-lagunya yang khas jawa dan sangat asyik didengar. Suasanapun kembali meriah. Berikut foto-foto dokumentasi kami,
 Minna (Perwakilan Matapena Tasik) berkesempatan menjadi MC malam itu

 Warga Kampung ikut nonton juga lho,

Pentas Drama oleh sebagian peserta LSdP#5

D. Zawawi Imran saat tampil membaca puisi. 'Alif Kecil' adalah salah satu puisi yang dibacakannya dengan begitu atraktif sehingga mengundang tepuk tangan meriah dari para penonton.

Faisal Kamandobat saat menyampaikan Orasi Budaya
             Dalam Orasinya Faisal menyampaikan kemirisannya terhadap para remaja yang lebih memilih HP dibanding buku. Ibu-ibu yang lebih memilih Sinetron dibanding kesenian wayang. Anak-anak yang lebih senang menonton TV sebelum tidur dibanding mendengarkan cerita dongeng. Dan sindiran-sindiran lainnya yang bersinggungan dengan dunia seni, sastra dan dunia tulis-menulis.

 Banyak yang minta tanda tangan Genk Kobra

Yang tak kalah menarik, adalah penampilan Genk Kobra yang menjadi bintang tamu kita pada malam itu. Genk Kobra itu sendiri berasal dari kata KUBRA, artinya besar. Dan memang sesuai, namanya memang sebesar kreatifitasnya dalam menciptakan lagu-lagu bernuansa jawa yang sangat menarik dan asyik didengar. Genk Kobra ini sudah memiliki beberapa album, dan beberapa lagunya sempat menjadi soudtrack beberapa Film layar lebar. Hebat, bukan?

6. Pembagian Sertifikat dan Perpisahan. Setelah acara pementasan berakhir, kami kembali digiring ke pendopo untuk pembagian sertifikat dan perpisahan. Sempat sedih juga berpisah dengan teman-teman matapena yang sudah menjadi akrab bagi keluarga sendiri. Dan hal ini sangat terasa ketika kami musofahah saling memegang erat kedua telapak tangan seakan tak mau berpisah. Saya sendiri sempat memberikan sedikit tanggapan tentang LSdP#5 ini sebagai perwakilan dari peserta Putri. namun yang paling berkesan adalah saat saya berkesempatan memberikan Cendramata sebagai kenang-kenangan untuk Matapena pusat dari Matapena Tasik. Berikut foto-foto dokumentasi kami,


Sambutan terakhir dari Mbak Shofa selaku Ketua Pelaksana
Mas Sachree pun ikut memberikan kata-kata perpisahan perwakilan dari seluruh panitia LSdP#5

Pembagian sertifikat oleh Mbak Akhiriyati Sundari selaku ketua Komunitas Matapena

Mushofahah saling memaafkan, saling menggenggam erat

saya menyerahkan cendramata sebagai kenang-kenangan untuk Matapena pusat dari Matapena Tasik
Acara berakhir pukul 01.15, para pesertapun kembali ke penginapan untuk istirahat dan persiapan pulang ke daerahnya masing-masing. Banyak cerita menarik, kisah-kisah lucu, Berlimpah nutrisis ilmu, sejuta pengalaman, semangat kembali berkarya dan banyaknya teman setelah mengikuti acara ini. 
Info: LSdP diadakan setahun sekali, ketika waktu liburan. tahun kemarin LSdP di laksanakan di Pesantren. Untuk tahun ini bertempat di Pedesaan. Untuk tahun depan kira-kira dimana ya? Jangan lupa ikutan lagi ya,
-Kemudian, Liburan Sastra kali ini juga menghasilkan sebuah grup baru di Facebook dengan nama grup; LSdp#5 yang bisa anda lihat DI SINI. Grup ini bertujuan untuk menampung semua aspirasi anggota Matapena, dan menjadi wadah diskusi juga sharing antar anggota mengenai dunia kepenulisan.

" Berlibur, Bersastra, Berkarya "