Film Maker

Alhamdulillah so far I've been able to produce two films. This is because the support of all parties. It turned my hobby is often fun to make a video on youtube and covering activities in schools produce well.


these two films that I directed!

  

Judul                     : Hidup Sekali Hiduplah yang Berarti
Genre                   : Religi
Durasi                   : 90 menit
Sutradara            : Lena Sa’yati
Skenario              : Tim matapena Rayon Tasikmalaya
Pemain                 : Wafda, Elif, Rini, Yuni, Lidini, Agnes, Muna, Noverita Mustika
Produksi              : Matapena Tasik in Association with Lingkar Kreatif 

Sinopsis:
Film ini diangkat dari buku berjudul sama, karya anggota Matapena Rayon Tasikmalaya Ponpes Riyadlul ‘Ulum Wadda’wah. Bercerita tentang seluk beluk romantika kehidupan santri dan santriwati di sebuah pondok pesantren. Dalam film ini terdiri dari beberapa judul dengan cerita yang berbeda-beda. Diantaranya; Language is Our Crown, No Gosob!, Pepping? No way!, Belanja Sambil Beramal, Blezzer, dll.
Dalam Language is Our Crown misalnya, seorang santriwati bernama Linta kerap menjadi pelanggar bahasa, hingga namanya disebutkan beberapa kali dalam pengumuman pelanggar bahasa. Akhirnya dia diberi hukuman untuk memakai kerudung pelanggaran selama satu hari. Sejak saat itu, beberapa temannya mulai menjauhi dan mencemooh dirinya, tapi sahabat sejatinya Ilya selalu memberi semangat dan motivasi sehingga Linta mencoba untuk giat belajar bahasa dari buku-buku bahasa yang ada. Dari hari ke hari bahasa Linta mulai membaik, hingga akhirnya, namanya tak lagi tertera dalam daftar para pelanggar bahasa. Maksud bahasa disini adalah dua bahasa asing (arab dan inggris), karena di ponpes ini, memakai kedua bahasa tersebut dalam kehidupan sehari-hari adalah wajib hukumnya, maka jika ada salah satu santri yang keahuan tidak berbahasa resmi, sudah dipastikan mendapat hukuman dari bagian bahasa.
FYI, Hidup Sekali Hiduplah yang Berarti merupakan film perdana yang dibuat santri Ponpes Riyadlul ‘Ulum Wadda’wah bekerjasama dengan rumah produksi Lingkar Kreatif. Bermula dari buku karya anak klub sastra matapena, merekapun ingin lebih memvisualisasikan isi dari buku yang mereka buat, agar pesan yang terkandung dlam buku tersebut lebih mdah diterima oleh khalayak umum. Pada intinya, film ini berusaha mengangkat kehidupan para santri yang snagat jarang sekali terekspos media. Film ini ingin menunjukan, bahwa memilih hidup di pesantren merupakan sebuah keputusan untuk menjadikan hidup ini lebih berarti.
Disajikan dengan cerita-cerita ringan dan menghibur, dalam film inipun para pemain menggunakan dua bahasa asing dalam setiap percakapannya. Inilah yang membuat film ini beda dari film-film indonesia lainnya. Pesan yang tersirat dari setiap ceritapun lebih nyata dan tampak real, karena setiap cerita di akhiri dengan pesan nasihat. Seperti dalam Language is our Crown, di akhir cerita tertulis nasihat ; ‘Language is not lesson, but language is habit’ ‘Brave to try, never give up, speaking, speaking, and speaking’. Selain cerita, dalam film inipun disajikan sebuah infotainment bernama ‘Laa Ghibah’ yang dibawakan oleh presenter kocak namun menyajikan berita-berita yang sarat akan makna, begitupun dengan narasi yang  dibacakannya.
Menonton film ini dijamin tidak akan jenuh, karena dari setiap cerita, selalu ada hal-hal yang menarik yang berbeda, dan lain dari yang lain.[]



 

Judul                   : INTENSIF [The Movie]
Sutradara           : Lena Sa’yati
Pemain                : Yushi Zulfa, Wulan Asih, Risa
  Nurhijriana, Nenda Syarifa
Harga                  : IDR. 25.000,-
Sinopsis  : Empat orang anak Kelas 4 Intensif yang masih mencari jati diri di pesantren bergabung  secara disengaja terlibat satu kelompok karya ilmiah Biologi. Dari mulai kerja kelompok bersama sampai pada akhirnya selalu tampil ber-empat kemana-mana.
Raihani Dewi bisa dikatakan leader kelompok ini. Dia berwatak tegas, serius, cepat dalam mengambil keputusan dan alternatif, pintar namun tidak sombong. Sedangkan Nuni Hidayat memiliki karakter yang agak konyol, tidak pernah serius dan tidak memiliki pendirian yang kuat. Hana Salima berwatak hampir sama dengan Nuni, mereka kadang lebih nyambung dengan kekonyolannya. Dan Ina Shaliha seorang santri yang agak pendiam, penurut, namun memiliki pendirian kokoh yakni ingin menjadi seorang Da’iah kondang, lantaran Ia sering dituntut menggantikan Nenek nya di kampung.
Bersama Raihani Cs. Berusaha menemukan jati diri serta indah persahabatan di pesantren dan 
di kelas mereka, Intensif. Namun sebuah kasus besar menimpa salah satu dari keempat sahabat itu. Atas keyakinan dan  setia persahabatan, mereka bahu membahu menyelesaikan kasus tersebut.[]


A Girl With Glasses

0 comments:

Posting Komentar