Twit..Twit..Jadi Buku!



Kecanggihan internet dan segala sesuatu yang hadir di dalamnya sepertinya sudah menjadi berkah tersendiri bagi penulis serta pengusaha penerbitan belakangan ini. Salah satu bukti nyata adalah semakin menjamurnya beragam sosial media yang selain menjadi alat penghubung antar sesama, juga mampu menghasilkan sebuah karya! Nggak percaya? Ayo kita buktikan.

Tren Buku dari Masa ke Masa
            Buku selain menjadi kebutuhan akan kehausan ilmu, ternyata juga bisa menjadi gaya hidup. Dari masa ke masa perkembangannya selalu berubah. Dari mulai gaya bahasa, genre, ragam cerita, kemasan sampai teknik promosinya selalu punya khas yang kemudian menjadi tren tersendiri dalam dunia perbukuan terutama di Indonesia.
            Masih lekat dalam ingatan kita pada zaman kolonialisme buku-buku fiksi banyak disesaki oleh cerita-cerita perjuangan, sejarah, maupun konflik negara. Munculah banyak nama penulis seperti Pramoedya Ananta Toer dengan tetralogi Pulau Buru-nya dll. Atau ada saatnya juga ketika komunitas-komunitas kepenulisan di negeri ini mulai eksis, dan menghasilkan tren baru perbukuan dengan lebih banyak menulis keroyokan dalam satu buku. Tak heran kala itu banyak dijumpai buku-buku antologi cerpen maupun puisi.
            Lebih jauh kedepan, ketika kebosanan akan genre tulisan mulai melanda para pelahap buku terutama fiksi, munculah tren teenlit. Teenlit sendiri merupakan trade mark  atau signature yang disematkan penerbit pada buku-buku berbau remaja dan cinta. Kebanyakan para penulisnya sudah tentu remaja. Buku semacam teenlit ini sangat renyah untuk dibaca, di samping cerita dan bahasanya yang ringan, penulis pun tidak terlalu mengedepankan gaya bahasa seperti buku karya sastrawan. Sehingga membacanya pun terkadang habis hanya dalam tempo hitungan jam saja. Salah satu penulis teenlit yang jadi trendsetter kala itu adalah Rachmania Ayunita dengan novel romantisnya yang juga diangkat ke layar lebar, Eiffel I’m In Love.  
            Selanjutnya, penulis dengan buku yang kembali membuat trend adalah Habiburrahman El-Shirazy dengan Ayat-ayat Cinta-nya. Bagaimana tidak, buku ini hampir dimiliki kebanyakan pembaca bahkan presiden SBY sekalipun. Selain itu, cerita yang disuguhkan dinilai berbeda dan bahkan terkesan melawan arus tren perbukuan kala itu. Tapi justru malah disambut dengan sangat baik oleh banyak kalangan karena kelihaian penulis dalam menggabungkan antara kisah cinta, perjuangan, perjalanan, dan Islam. Berkat karya fenomenalnya itu, sederet penulis-penulis baru ikut meramaikan tren buku yang dikatakan genre Novel Islami itu dengan membuat ide cerita serupa. Tidak hanya itu, nama penulis pun banyak diubah dengan membubuhkan imbuhan “El” seakan menunjukan kesamaan terhadap sang trensetter.
            Setelahnya, banyak lagi tren yang disuguhkan buku-buku karya penulis lokal. Seperti menjamurnya buku-buku biografi, how-to, true story, perjuangan menggapai mimpi, kisah konyol, sampai yang terbaru yakni buku yang ditulis para seleb twitter. Tren seperti apa lagi ini kira-kira?

Twit..Twit..Jadi Buku
            Menerbitkan buku menjadi lebih praktis dan mudah dengan adanya sosial media terutama blog dan twitter. Banyak penulis yang telah membuktikannya. Iseng-iseng menulis pengalaman atau cerita sehari-hari di blog, tidak lama berubah menjadi buku. Atau iseng nge-twit dan banyak followers, tidak lama kemudian menerbitkan buku. Bagaimana bisa begitu?
Selepas hebohnya buku-buku ajaib yang meramaikan toko buku, seperti serial Kambing Jantan-nya Raditya Dika, atau Poconggg karya Arief Muhammad, kini rak toko buku penuh dengan buku-buku karya orang-orang yang eksis di media sosial Twitter. Nggak percaya? Tentu bagi para pengguna Twitter, orang-orang ini tidak asing lagi. Sebut saja @infowatir, @benakribo, @liputan9 dll. Mereka telah menelorkan buku selepas sukses menjadi seleb Twitter. Bagaimana bisa? Sekedar info, salah satu ciri yang membuat akun-akun ini terkenal adalah kekhasan dari setiap twit mereka yang biasanya konyol dan tidak serius, sehingga membuat para stalker betah membacanya. Selain itu, biasanya mereka menggunakan nama samaran/palsu dan enggan mengungkap identitas asli, hal ini sebagai pendukung dari pencitraan identitas twit-twit mereka. 

Buku WATIR karya @infowatir
Buku LIPUTAN 9 karya @liputan9
            Selain para seleb twitter yang identik konyol tadi, tidak ketinggalan akun-akun berbau Islam juga ikut mewarnai. Seperti @ibelieve, @manjaddawajada dll. Mereka pun sama-sama telah menerbitkan buku namun dengan genre yang berbeda. Buku mereka lebih terkesan serius karena bernuansa dakwah dan motivasi.
            Segelintir contoh di atas menjadi bukti akan adanya tren baru yang tengah dialami dunia perbukuan di negeri kita. Tidak salah memang, karena ini lah bentuk dan hasil kemajuan zaman. Hanya saja yang terpenting bagi penulisnya adalah konsistensi dalam berkarya. Dan catatan bagi pembaca adalah pilihlah buku yang sekiranya bermanfaat untuk dibaca. Tidak hanya sekedar hiburan, tapi juga menambah wawasan. Tidak sekedar gaya-gayaan, tapi juga kritis terhadap bacaan.
            Kira-kira, tren apa lagi ya yang akan dialami dunia perbukuan di Indonesia? Just wait and see. Salah, maksudnya just wait and create! Mari tunggu dan ciptakan sesuatu!

Jadi Bendahara Kata, Jadi Penulis!



Kebanyakan masalah yang timbul pada seorang penulis pemula adalah kebuntuan. Baik itu dalam menulis artikel, essai, cerpen atau bahkan novel. Salah satu faktor penyebabnya adalah minimnya perbendaharaan kata yang dimiliki diri penulis. Mengapa bisa begitu? Tentu saja, karena semakin sedikit jenis dan gaya kata yang dimiliki, semakin sulit juga bagi seorang penulis untuk merangkai kalimat yang indah. Hal sepele semacam ini lah yang justru tidak disadari kebanyakan calon penulis. Akibatnya, pengulangan kata serupa dan kalimat yang itu-itu saja pun akan terus berulang dari paragraf satu ke yang lainnya. 


Kebuntuan dalam menyulam kalimat yang menawan sebetulnya memang gampang-gampang sulit. Selain memutar otak, kita terkadang perlu melibatkan perasaan agar apa yang dituangkan menjadi lebih total. Tapi jika jenis kata yang dikenal hanya sedikit, tentu akan menyebabkan sulitnya menuangkan gagasan ke dalam tulisan sehingga berujung pada kemandegan.
Cara yang paling mudah untuk membekali diri dengan perbendaharaan kata adalah membaca. Kenapa membaca? Karena dengan membaca beragam jenis buku, mau tidak mau kita akan bertemu sapa dengan deretan kata-kata. Dan disela-sela itu sudah tentu kata-kata baru pun akan muncul dan menjadi koleksi kata tersendiri bagi pembaca. Semakin banyak buku yang dibaca, semakin banyak pula perbendaharaan kata yang didapat. Sebaliknya, semakin jarang kita membaca, imajinasi dan kelihaian menulis pun akan semakin tumpul.
Membaca menjadi jurus ampuh untuk mengoleksi banyak kata-kata baru. Selain itu, cara lain yang tidak kalah efektif adalah dengan membeli kamus thesaurus atau banyak bergaul dengan Kamus Bahasa. Tapi biasanya cara seperti itu dirasa cukup lamban da tidak begitu menarik. Berbeda dengan membaca beragam jenis buku, dari mulai yang bergenre fiksi, biografi, atau how to, selain mengasyikan juga manfaatnya akan lebih mudah menempel di otak. Jadi, mulai sekarang galakan kembali membaca agar perbendaharaan kata semakin menumpuk. Kalau sudah jago mengoleksi banyak kata, menulis menjadi mudah, terhindar dari kebuntuan, dan tentunya bisa menjadi penulis. Asyik bukan? []