Belanja Sambil Beramal

Lena Sa'yati,
lenasayati@gmail.com

           Pernah mendengar istilah Donasi? pastinya pernah dong ya. Itu lho para santri yang di sebarkan ke jalan-jalan atau perumahan untuk mengajukan proposal permintaan dana, atas nama pesantren. Begitulah cara pesantren-pesantren jaman dahulu alias jadul, menghimpun dana untuk pembangunannya.Tapi pesantren kita tercinta Riyadlul Ulum Wadda'wah ini, justru anti dengan tindakan penggalangan dana sepeti itu. Pondok kita tak mau santri-santrinya terlihat sengsara dengan tanpa disadari hanya meminta-minta dari tradisi donasi tersebut. Pondok kita ini ingin tampil beda dan mencoba merubah image penggalangan dana pesantren seperti yang sudah dipaparkan diatas itu, dengan meluncurkan terobosan-terobosan baru yang patut diacungi jempol. Salahsatu contohnya adalah dengan mendirikan beberapa unit usaha pondok. Yang sampai saat ini, alhamdulillah Pondok kita sudah mampu mendirikan enam cabang unit usaha, antara lain; Syirkah (Koperasi), Maqsof (Kafe), Wartel, Warnet, Mini Market dan satu diantaranya yang masih dalam proses adalah kolam renang. Wah, apa gak keren tuh?

Berdiri dan Istiqomah karena Peran dan Kontribusi Santri
              Sebenarnya disatu sisi, ada kesamaan antara tradisi donasi dengan inovasi mendirikan unit usaha pondok kita ini, yaitu Berdirinya unit usaha tersebut tentunya tidak lepas dari peran dan kontribusi para santri. Pastinya! kalau bukan santri ya siapa lagi? masa bangunan? mobil blezer? atau warga kampung sebelah. Ya tidak bisa begitu. Justru beberapa unit usaha pondok tersebut bisa terus konsisten, karena ada peranan besar para santri disana. Bagaimana tidak, seluruh unit usaha dari mulai wartel sampai mini market, yang memegangnya tiada lain adalah santri. Yang menjaga wartel berasal dari OSPC bagian wartel. Penjaga syirkahpun sama, atau kita biasa memanggil mereka Qismul Syirkah, kafe juga tak jauh beda meski ada petugas pokoknya yaitu Bibi Imut tercinta. Namun khusus untuk Warnet dan Mini Market, petugasnya berasal dari staff Asatidz dan Ustadzat pengabdian. Nah, kalau semua petugasnya berasal dari santri, lantas konsumennya siapa? Ya santri itu juga. Meski terkadang masyarakat luaspun bisa berbelanja di salah satu unit usaha pondok. 
              Disinilah letak kontribusi dan peran santri nampak. Bahwa pepatah yang mengatakan; " Jangan mencari kehidupan di Pondok, tapi hidupilah Pondok " itu benar-benar nyata adanya dan benar-benar diaplikasikan. Maka tak boleh ada santri yang jualan untuk meraup keuntungan bagi diri sendiri. Kalaupun ingin berjualan, ya mesti membagi keuntungan untuk pondok karena sudah memberi lahan untuk berjualan. Seperti yang dilakukan Bapak Khobir tuh yang berjualan bakso setiap hari jum'at. Yang pelanggannya selalu antri dan bebas meracik sendiri bumbunya itu, beliau juga membagi keuntungan untuk pondok. Lalu apakah ini termasuk kedalam kapitalis? Atau pondok yang matrealistis? Tentu tidak! Karena apa? karena seratus persen keuntungan yang dihasilkan dari semua unit usaha Pondok, murni digunakan untuk kemaslahatan umat. Pondok kita bisa membangun sekian banyak bangunan dengan pesat, disamping mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, juga dibantu dari pengahasilan unit usaha tersebut. Tuh, percaya kan kalau Pondok kita ini tidak matre dan juga tidak menganut sistim kapitalis? Justru pahala yang tiada hentinyalah balasan bagi kalian yang sudah membelanjakan uang jajannya untuk berbelanja di Syirkah, Mini Market, Warnet, Kafe atau Wartel. Proses perputaran dan analoginya begini, kita membelanjakan uang kita misalnya ke Syirkah, lalu Syirkah menyetorkan penghasilannya ke pusat, oleh pusat digunakan untuk membeli semen buat pembangunan gedung baru yang akan dijadikan ruang belajar santri, nah, dengan begitu bukankah tanpa disadari kita sudah ikut beramal dalam memerangi kebodohan dengan berdirinya bangunan tersebut, yang tentu pahalanya akan terus mengalir selama gedung itu dipakai untuk kegiatan belajar mengajar. Subhanallah, menakjubkan bukan? Ternyata dibalik uang lima ratus perak yang kamu belanjakan itu, mengandung pahala yang berlipat-lipat lebih dari apa yang kamu bayangkan.


          Gak susah kan ternyata beramal itu? malahan buat kita para santri Condong, disini sudah tersedia ladang amal yang menunggu kita untuk menuainya. Pastinya rugi lah bagi kamu-kamu yang sukanya susulumputan jajan diluar, seperti kisah seorang santriwati yang kebetulan merasa haus saat di tengah jalan, tepatnya di daerah Rangon (kampung dekat condong). Dengan nekat Ia jajan es di warung, tiba-tiba munculah salah satu ustadzah bagian pengasuhan santri yang baru pulang dari kampus, menyadari itu Ia buru-buru mencari tempat persembunyian. lalu masuklah Ia kerumah si pedagang warung. ternyata eh ternyata, didalamnya cowok semua, spontan Ia berteriak dan meghambur keluar rumah, walhasil, yah ketahuan juga sama Ustadzah Pengasuhan Santri. Malangnya Ia, sudah jatuh, ditambah ketiban tangga. Sudah ketahuan Ustadzah yang nantinya kan dihukum karena jajan diluar, ditambah rugi gak belanja sambil beramal di pondok yang penghasilannya notabene untuk kemaslahatan umat, tidak seperti di warung itu yang penghasilannya hanya untuk diri pribadi.
Nah, dari petikan kisah diatas, kita tentunya harus meyakini bahwa alasan dari pentidakbolehan jajan diluar pondok itu yang sebenarnya adalah melatih keikhlasan kita untuk senantiasa beramal demi kemasahatan bersama. Kalau kita berdalih lanataran diluarpun sama beramal untuk para penjualnya, maka kembali kepada prinsip kita untuk menghidupi Pondok, bukan malah mencari kehidupan di Pondok. Jadi selagi ada unit usaha di Pondok, kenapa harus keluar. Toh harganyapun tak beda jauh, kan? So, mulai dari sekarang, mari kita tanamkan sikap berbelanja sambil beramal di Pondok ini. Agar Pondok semakin maju, sekaligus tabungan pahala kita di Akhiratpun semakin menumpuk.

21.57
Wapernet, Taman Ilmu
1 Muharam 1432 H

0 comments:

Posting Komentar