FENOMENA PEKAN LITERASI PELAJAR 2011


Oleh    : Lena sa’yati, Pengurus Komunitas Matapena Rayon tasikmalaya
http://www.lenasayati.blogspot.com


Hmmm....mungkin saya cukup telat untuk menuangkan hal yang akan saya paparkan ini dalam sebuah tulisan. Bukan karena malas, ataupun sedang tidak mood, haha padahal sama saja ya. Tapi karena berbagai faktor, terutama fisik dan si iyoo (laptop saya) mengalami berbagai kendala. Saya baru fit kembali beberapa hari yang lalu setelah Allah menguji saya dengan rasa pusing yang cukup dahsyat, disamping itu laptop saya bertamasya kesana-kemari mengikuti tuan barunya (peminjam) yang cukup lama juga waktu peminjamannya. Dan hingga pada akhirnya, saya saaaaaaaangat kangen sekali dengan aktivitas saya ini, apa lagi kalau bukan ‘menulis’. Kok rasanya ada yang hilang bila dalam seminggu ini saya tidak meluangkan waktu untuk menulis, serasa ada beban batin bila belum ada satu tulisanpun yang saya buat, makanya untuk menebus semua rasa itu, saya kembali menulis dengan sepenuh hati dan segenap rasa cinta yang menyesaki setiap deretan kata-kata dalam tulisan ini. J
            Baiklah, saya start saja dari sini ya. Sebenarnya saya hanya ingin meng-ekspos fenomena yang terjadi dibalik acara cukup hebring yang kami selenggarakan seminggu yang lalu. Pekan Literasi Pelajar 2011, itulah nama acaranya. Hmmm...dari namanya saja sudah tercium aroma bolpoin yang khas dengan basahnya tinta, dan buku dengan lembaran-lembaran kertas putihnya,  acara ini memang berkaitan erat dengan dunia baca tulis (Literasi). Tapi biarkanlah saya bercuap-cuap dulu untuk sekedar berbagi seputar tulis-menulis di kalangan perempuan. Kenapa harus perempuan? Pertama, karena saya sendiri seorang perempuan. Kedua, karena dunia tulis dikalangan perempuan masih sangat dini dan cukup tabu. Ketiga, karena ternyata dari menulis, perempuan mampu menunjukan emansipasinya. Baiklah, sekarang saya akan mulai mengobrol tentang hal tadi dengan teman-teman semua. Saya sarankan anda baiknya ditemani teh sariwangi hangat, biar suasana ngobronya jadi lebih hangat pula. J
            Dalam acara Pekan Literasi Pelajar 2011, atau kami menyingkatnya dengan PLP, ada tiga rangkaian acara yang digelar. Diantaranya, 1)Launching Buku Santri “Hidup sekali, Hiduplah yang berarti”, 2) Sarasehan Sastra bersama Dewan Pengawas Forum Lingkar Pena (FLP) Pusat, dan yang ke 3) Journalists Go to School bersama H.U Pikiran Rakyat Bandung.
            Pada saat Launching Buku Santri “Hidup Sekali Hiduplah yang berarti” , ada yang menggelitik dihati salah satu pembicara kami pada waktu itu, mengapa yang membedah buku tersebut dua-duanya perempuan? Yakni saya dan Minna. Kemudian selanjutnya beliau kembali bertanya-tanya selepas saya memanggil para penulisnya ke atas panggung untuk mempresentasikan tulisan-tulisan mereka, kok penulisnya perempuan semua? Kemudian saya menyunggingkan seulas senyuman. Maksudnya apa?

 Setidaknya, beginilah saya tersenyum saat melihat antusias para peserta terhadap acara ini 
            Saya mengurus sebuah komunitas kepenulisan di Ponpes Condong yang baru berdiri dua tahun, yakni komunitas Matapena. Semula semua anggotanya adalah perempuan, kemudian bertambah segelintir anggota dari ikhwannya. Saya terpecut ketika mengetahui bahwa pendiri komunitas kepenulisan terbesar se-Indonesia yaitu Forum Lingkar Pena, adalah didirikan oleh sekelompok perempuan. Tentu kita tak asing dengan nama sekaliber Helvy Tiana Rosa, dan Asma Nadia. Begitu produktifnya kedua penulis perempuan ini, apalagi keduanya konsen dengan tulisan berlabel islami, membuat saya terkagum-kagum bahwa perempuan mampu membuat sesuatu yang besar bahkan dalam kapasitas yang cukup luas sekalipun.
             
Lalu menilik lebih jauh lagi pada tahun 1911 yang merupakan kali pertama seorang perempuan warga Indonesia yakni R.A. Kartini menerbitkan bukunya “ Dari Kegelapan Menuju Cahaya” atau dalam versi melayunya “ Habis Gelap, Terbitlah Terang” yang saat itu dicetak sampai lima kali cetakan, adalah fenomena baru dalam dunia perempuan di negri ini yang pada saat itu para perempuan kita tidak sama sekali mengenal huruf, dan lebih memilih hidup sebagai perempuan rumahan saja dengan seabreg aktifitas sebagai Ibu rumah tangga seperti melayani suami, mengurus anak, mencuci, memasak, dan begitu seterusnya. Maka Ibu Kartini ini hadir sebagai icon baru yang mewarnai kehidupan dan paradigma para perempuan dengan warna yang mencerahkan. Kartini yang menjunjung emansipasi, Kartini yang berjiwa sosial tinggi, Kartini yang menuntut kebebasan ruang gerak yang lebih luas bagi kaum perempuan, telah membuktikan dengan terbitnya karya-karya beliau, bahwa perempuan dapat bangkit dan mengekspresikan pemikiran-pemikirannya lewat tulisan. Dengan begitu, perempuan memiliki ruang yang lebih luas lagi untuk menuangkan gagasan-gagasan dan idealismenya. Tentu dalam batasan kewajaran kita sebagai seorang muslimah yang sekuat dan semahir apapun, tetaplah menjadi seorang makmum bagi seorang imam yang bernama ‘laki-laki’.Tentang Kartini dapat dilihat DI SINI

Selangkah kedepan dari R.A. kartini, kitapun mengenal sosok NH Dini, yang dikenal selain sebagai seorang sastrawan, juga sebagai sosok perempuan yang sangat peka terhadap lingkungan dan berjiwa sosial tinggi. Terbukti bahwa perempuan satu ini tercatat sebagai anggota Les Amis dela Natura (Green Peace) di Prancis. Konsistensi dirinya sebagai seorang sastrawan, terbukti pula ketika beberapa karyanya meraih SEA Write Award di bidang sastra dari pemerintah Thailand.Tentang NH Dini dapat dilihat DI SINI
Hmm...perempuan satu ini mengingatkan saya pada sebuah cerpen yang pernah saya baca di sebuah majalah remaja islami yang menceritakan tentang seorang gadis belia yang di ajarkan neneknya untuk selalu menjaga kelestarian alam dan burung-burung yang pada saat itu sempat terancam punah akibat wabah flu burung. Sebagai hadiah, si nenek pun memberikan sebuah gaun yang hanya Ia berikan kepada seorang gadis yang mampu merawat alam sekitar dan melestarikannya. Gaun tersebut bernama ‘gaun hijau toska’, dengan begitu, gadis tersebutpun dikenal dengan nama ‘gadis bergaun hijau toska’. Cerpen ini membuat saya kagum luar biasa kepada pengarangnya yang sangat peka terhadap lingkungan. Dan yang membuat saya lebih kagum, karena  penulis dari cerpen tersebut lagi-lagi perempuan.

Itu baru penulis-penulis dalam negri, belum yang dari Luar negri. Kita mengenal J.K Rowling dengan Seri Novelnya Harry Potter yang setiap seri barunya selalu ditunggu-tunggu pelahap novel. Pun penulis perempuan satu ini sama-sama peka lingkungan, terbukti ketika Ia meminta kepada penerbit bukunya untuk menggunakan kertas daur ulang untuk novel Harry Potter ketujuh dalam rangka mengurangi penebangan pohon-pohon yang mampu menyebabkan global warming. Tentang Rowling bisa dilihat DI SINI







Ada lagi Agatha Christie, yang dikenal sebagai penulis fiksi kriminal, pun dikenal sebagai penulis kisah-kisah roman dengan nama pena Mary Westmacott. Yang membuat saya kagum, penulis satu ini telah menerbitkan lebih dari 80 novel dan sandiwara teater. Wow, jumlah karya yang spektakuler, bukan? tentang Agatha Christie dapat dilihat DI SINI

Kemudian ada pula pejuang pena Palestina, Ibtisam Barakat yang menulis berdasarkan dari apa yang Ia alami sebagai warga Palestina yang terusir kala itu. Karyanya yang berbentuk memoar Tasting the Sky: A Palestinian Childhood, masuk daftar 10 besar biografi anak muda di AS. Hebatnya, dari kesedihan dan keterpurukan yang Ia alami, justru perempuan satu ini malah bangkit melalui tulisannya yang ternyata sangat menakjubkan. Tentang Ibtisam dapat dilihat DI SINI






Namun kawan, yang saya sesalkan, dari sekian banyak daftar nama-nama penulis perempuan yang saya katakan inspiring dan mengagumkan karena karya-karya dan konsistensinya terhadap lingkungan dan sosial itu, tidak ada satupun yang mampu membelalakan mata saya terhadap identitas keyakinan yang mereka pegang. Saya adalah seorang muslimah, yang masih belum bisa menjadi bagaimana seharusnya seorang muslimah. Beberapa penulis perempuan di atas adalah seorang muslimah, tapi tak ada satupun yang pernah menelurkan karya tulisannya yang sesuai dengan identitas kemuslimahannya.
 Maka, ketika Helvi Tiana Rosa, Asma Nadia, dan sederet penulis muslimah lainnya yang konsen terhadap tulisan-tulisan islami , mata hati saya mulai tercerahkan. Pada saat mengenal nama-nama tersebut, saya masih duduk di bangku SMP, belum begitu paham dalam dunia tulis menulis yang muslimah-muslimah ini geluti, hingga akhirnya kini saya mulai beranjak dewasa, dan semakin tahu tentang hal itu.
Oleh karenanya, saya bersama 25 anggota Matapena yang mayoritasnya perempuan, bukan saja ingin ikut mewarnai dunia perempuan muslim yang semakin hari semakin mendapat tempat yang hangat dikalangan pembaca, tapi saya ingin jauh lebih dari semua itu.
@ Saya ingin dunia Islam diwarnai dengan karya-karya islami kami yang berkualitas dan dapat menjadi warisan yang bermanfaat bagi generasi setelahnya.
@ Saya ingin menjadi pejuang pena yang tidak hanya menulis untuk hal-hal yang kita rasakan, kita lihat, kita alami, namun tidak dilandasi kesadaran nilai-nilai formatif agama kita (Al-Quran dan Hadist).
@ Saya ingin dengan karya-karya kami kelak, karya-karya berkualitas lainnya terus bermunculan dari para penghunus pena perempuan yang sampai kapanpun terus dikenang lantaran kemaslahatan tulisannya bagi ummat.
Tentu semua “keinginan” itu, akan kami mulai dengan selangkah demi selangkah yang disetiap langkahnya selalu kami tiupkan ucap basmallah yang mengiringi, pun tekad kuat dan pembaharuan niyat yang mampu menebarkan energi-energi positif bagi diri kami. Maka dari itu, muncullah buku tipis nan imut namun kami menulisnya dengan sepenuh hati dan sarat makna yang tersirat seputar romantika kehidupan santri di Pondok tempat kami tinggal, “Hidup Sekali, Hiduplah yang berarti”. Hal ini merupakan langkah awal kami untuk mewujudkan semua keinginan dan cita-cita besar di atas. Dan langkah kami tidak akan hanya berhenti sampai di sini. Kami akan terus melangkah, karena kami yakin, untuk mengitari luasnya hikmah dunia ini, butuh perjalanan yang panjang. Kalaupun sampai mana kami dapat melangkah, itu adalah karena suratan takdir telah tiba pada diri kami. Saya selalu berdo’a kepada Allah, berikanlah saya umur yang bermanfa’at, dan berikanlah saya kekuatan agar istiqomah untuk senantiasa menulis hal-hal nafi’ bagi ummat. Intinya, saya ingin hanya ‘azal yang mampu menghentikan langkah menulis kami. In Sya Allah. J
            Udah ya ngobrolin masalah dunia tulis-menulis dan perempuannya. Teh angetnya saja sudah habis tiga cangkir gara-gara nyimak obrolan saya, hehe.
***
           

Dan selanjutnya,...inilah Fenomena Pekan Literasi Pelajar 2011!
            Sudah ada dua surat kabar yang memuat tentang kegiatan tersebut. Ini gebrakan baru, ini acara yang bukan sembarang acara, ini acara berkualitas! Baiklah kawan, inilah PLP (Pekan Literasi Pelajar 2011 yang terselenggara pada tanggal 13 Maret 2011. Acara ini diikuti 299 peserta SMP-SMA se-Priangan Timur. Bertempat di Pondok Pesantren Riyadlul ‘Ulum Wadda’wah, dan acara ini terselenggara atas kerjasama dua komunitas menulis di Pondok kami, yakni Komunitas Matapena dan Nahdlatut Thullab Group. Dunia Literasi masih belum terlihat geliatnya di pondok kami, sampai akhirnya muncul Nahdlatut thullab Group yang konsen pada bidang jurnalistik dan pers, kemudian Matapena yang konsen pada bidang sastra. Dalam rangka memperingati 10 tahun sistem keterpaduan ponpes Riyadlul ‘Ulum Wadda’wah, keduanya ingin turut meramaikan sekaligus menegaskan eksistensi dunia Literasi di Pondok ini dengan mengadakan acara bertemakan Literasi. Maka tiga runutan agendapun terbentuk, yakni  1)Launching Buku Santri “Hidup sekali, Hiduplah yang berarti”, 2) Sarasehan Sastra bersama Dewan Pengawas Forum Lingkar Pena (FLP) Pusat, dan yang ke 3) Journalists Go to School bersama H.U Pikiran Rakyat Bandung.
            Kami tak ingin main-main dalam menggelar acara tersebut. Maka kami menghadirkan para narasumber yang sudah benar-benar ahli dalam kedua bidang tersebut. Dari sastra, kami langsung mengundang mantan ketua FLP pusat M. Irfan Hidayatullah. Untuk jurnalis, kami langsung mengundang staff redaksi dari surat kabar terbesar di Jawa barat yakni H.U Pikiran Rakyat Bandung.
            Yang menarik dari acara ini, yakni launching buku santri yang menggemparkan warga Condong berikut para alumninya. Hehe. Lebay gak sih?...ah, tapi beneran kok. Semuanya pada geger. Ya...meskipun kami menerbitkannya secara indie, tapi setidaknya dengan hadirnya sebuah buku karya asli anak-anak Matapena Condong, itu sudah merupakan letupan baru bagi dunia Literasi di Pondok kami. Tapi sabar dulu, biar lebih tahu bagaimana heboh dan spektakulernya acar tersebut, teman-teman harus tahu prosesi berjalannya acara tersebut yang dengan semangat dan penuh kegembiraan akan saya paparkan disini. 
            Jadi apa aja nih rentetan mozaik acara dari kegiatan PLP ini?
1.      Pembukaan

 Acep dan Uha, yang mampu menghipnotis semua orang yang menyimaknya.
Dengan MC Uha dan Acep yang keduanya mahir membacakan sajak, semua orang seakan tersihir oleh kedua MC tersebut. Bukan hanya karena intonasi dan retorika mereka, tapi karena naskah MC yang superrrrrrrrrrrrrr puitis! Hasil buah tangan Nurfu’adiyah, Pimred Buletin Unik Matapena Tasik (BULUMATA). Suasanapun terasa hening dan khidmat.
*) Adapun pembukaan secara simbolis, dengan tidak bermaksud jahil, kami menyodorkan selembar kertas bersikan puisi pembukaan yang mau tidak mau harus di baca Bapak Kepala Sekolah SMA Terpadu yakni Drs. Mahmud Farid. Wah-wah, tidak terkira hebohnya orang-orang mendengar beliau bersajak. Ini kali pertama beliau membaca sajak.Tapi beneran hebat lho ternyata bapak kepsek kita ini. Intonasi, nada dan retorikanya mantap! Orang-orang termasuk kami panitiapun geleng-geleng kepala, maksudnya kagum, sekaligus gak percaya. Dan setelah itu, diteruskan pemukulan jimbe yang kemudian mengundang sorak tepuk tangan yang membahana di seantero kampus kita, sebagai tanda bahwa acara PLP resmi di BUKA!...Tok!Tok!Tok!...(ketuk palu)

 Setelah membaca puisi, Bapak Mahmud memukul jimbe sebagai pembukaan secara simbolis
*) yang tak kalah membuat merinding, ketika simbolisasi Launching buku dengan pemberian cendramata berupa duplikat Buku ‘Hidup Sekali Hiduplah yang Berarti’ dalam frame foto kepada pimpinan Pondok yakni Kiyai Diding Darul Falah. Saat prosesi itu berlangsung, salah satu panitia membacakan puisi bertemakan Literasi di belakang panggung. Tepuk tangan kembali membahana menyesaki lapangan Basket yang saat itu menjadi lokasi utama PLP.

 Simbolisasi Launching Buku Santri

2.      Launching Buku santri “Hidup Sekali Hiduplah yang Berarti”

 Dalam season ini, ukhti Meta dari Matapena mengubah image MC yang semula oleh Uha dan Acep terkesan resmi dan khidmat, dengan Meta, suasana menjadi cair dan komunikatif. Terlebih karena kelebihannya yaitu memiliki suara yang sangat MENGGELEGAR! Membuat penonton melek deh pokoknya. Dalam season ini, yang menjadi pembicara adalah saya bersama Mina, kemudian hadir pula Bapak Asep M. Tamam sebagai komentator dan tamu undangan perwakilan penulis profesional dan produktif dari Tasikmalaya. Acara berlangsung fun dan hidup karena interaksi para penulis matapena yang lucu-lucu saat mepresentasikan tulisan-tulisannya, selain itu, setiap peserta yang bertanya atau memberikan komentar langsung kami kasih hadiah dari sponsor, hehe. Ya iyalah, siapa yang gak mau dapat hadiah. 

 Ukhty Meta yang mampu menghidupkan dan mencairkan suasana
Yang dramatis itu, ketika acara Launching Buku hendak Meta tutup, tiba-tiba Ust. Syahrul bilang “STOP!”, sayapun memotong perkataan Meta. Ternyata eh ternyata, tamu yang kita tunggu-tunggu telah tiba! Siapa lagi kalau bukan, M. Irfan Hidayatullah. Aduh, serasa di sinetron deh..hehe. Ada acara stop-stopan segala ketika acara hendak diakhiri. Akhirnya Pak Irfanpun naik ke atas panggung diiringi tepuk tangan meriah dari para peserta PLP, kemudian beliau langsung memberikan komentar terhadap Buku kami. Beliau bilang: “Inilah buku yang membuat saya rindu terhadap dunia Pesantren!” Weiiissss...ngena anget ya komentarnya,..

3.      Sarasehan Sastra 

Di akhir acara, selalin menjadi narasumber sarasehan sastra, Mas Irfan juga nyanyi lho!
Nah, kalau yang satu ini langsung dinara sumberi oleh Kang Irfan dengan MC c’ndut Amel yang juga mampu membuat suasana cair lantaran celotehannya yang kocak. Agar peserta termotivasi untuk mengikuti proses sarasehan dengan fokus dan menyenangkan, maka kang Irfan membawa seabreg doorprize buat para peserta yang bisa menjawab atau memberikan komentarnya. Ada novel-novel karangannya, ada juga kaset nasyid MUPLA, yakni group nasyid Kang Irfan ini. Ssssttt....di akhir acara, Kang Irfan unjuk kebolehan lho! Beliau menyanyikan salah satu judul nasyid dalam kaset MUPLA. Weiiss..suaranya mantap, kawan! Peserta tak henti-hentinya bertepuk tangan lantaran kagum. Padahal kang Irfan nyanyinya gak pakai musik lho!

4.      Journalists Go to School

 Journalists Go to School bersama Bpk. Undang Sudrajat
 
Nah, kalau untuk jurnalis, yang jadi nara sumbernya yaitu bapak Undang sudrajat dari H.U Pikiran rakyat Bandung. MC-nya Minna hapadoh, itu lho, ketua umumnya Matapena sekaligus salah satu penulis di Buku santri. Acara inipun cukup komunikatif dan semakin hidup dengan aktifnya para peserta yang bertanya dan memberikan komentar.

5.      Penampilan Drama Inggris

 Ini dia penampilan drama bahasa inggris dari 1 D yang sangat memukau

Bakda Dzuhur, untuk menarik para peserta agar kembali ketempat semula, maka sayapun meminta kelas 1 D untuk tampil drama berbahasa inggris. Perlu diketahui, kelas 1 D ini juara 1 lomba English Drama Contest lho!, selain itu, kelas ini juga meraih kejuaraan lain seperti Best Actor, dan Best Language. Wow, gak salahkan saya memilih mereka untuk unjuk kebolehan saat waktu istirahat? Dan benar saja, condong di buat heboh dengan penampilan drama mereka yang sangat atraktif dan penguasaan kefasihan bahasa inggris yang menawan. Hampir-hampir panggung mau rubuh gara-gara kebanyakan scene action dalam drama tersebut. Gimana nggak, judul dramanya aja “Kungfu Kid” ya iyalah banyak adegan actionnya. Saya saja terus-terusan menjerit dan tertawa haha-hihi selama menyaksikan penampilan drama ini. Wah, pokoknya keren deh! Bangku-bangku kosong seketika penuh berdesakan oleh para peserta yang dalam hitungan detik langsung tersedot lantaran penasaran ingin melihat aksi drama 1 D.

Nah, selain dari rentetan acara diatas, yang tak kalah membuat acara ini semakin seru dan rame banget adalah karena ada berbagai bazar yang bisa setiap saat dikunjungi para peserta. Dari mulai bazar Buku Santri ‘Hidup Sekali Hiduplah yang Berarti”, buku-buku dari Toko Buku Karisma, Buku-buku karangan M. Irfan Hidayatullah beserta kaset Nasyidnya, bazar aksesoris dan souvenir lucu dari Womenhood OSPC, bazar makanan dan minuman syirkah, bazar buletin BULUMATA dan eN-Te News, sticker, ada juga galeri foto anak Matapena dan Nahdlatut Thullab Group, DLL. Wah pokoknya ramai sekali deh.

 Bazar aksesoris, souvenir, dan buku

 Ini dia galeri fotonya

 Bazar makanan Syirkah juga ada 


Ini nih buku "Hidup Sekali Hiduplah yang Berarti"


Kemuidan, selain sarasehan sastra, Kang Irfanpun mensosialisasikan FLP kepada kami warga Tasik dengan mengajak salah satu rekannya dari FLP JABAR yakni Kang Yadi. Di forum ini, kami sharing seputar FLP dan menulis yangberetika, sebagaimana yang diusung FLP dalam setiap karya-karya anggotanya. Beretika, islami, dan mencerahkan. Mas Irfan juga bercerita bagaimana para Helper di Hongkong bersungguh-sungguh dalam menulis, sampai ada yang menulis di WC segala, lantaran dilarang majikannya untuk menulis. Hal ini sangat memotivasi kami untuk lebih bersungguh-sungguh lagi dalam menulis.
Walhasil, meskipun disana-sini masih banyak kekurangan, dari mulai kekurangan personil panitia, kekurangan persiapan, kekurangan yang kami suguhkan pada para peserta, sampai  kekurangan dana, hehe, tapi pada akhirnya kami sangat bersyukur atas kelancaran yang Allah limpahkan pada acara PLP ini. J Semoga tahun depan bisa kembali menggelar acara yang lebih-lebih ya dari PLP tahun ini ya. Amin.
Namun yang sangat membuat kami begitu dianggap, dan tiada terkira senangnya, saat memlihat Bapak Kepsek, Pimpinan Pondok, Pengasuhan santri, para peserta, santri-santri dan para Asatidz, memegang si hijau buku ‘Hidup Sekali Hiduplah yang Berarti’ dan dengan khusyu’ membacanya, lalu beberapa kali tersenyum sendiri, tertawa sendiri, ih takut..hehe, sampai mengerutkan kening sampai lipatannya mencapai berpuluh-puluh lipatan saat membaca buku itu..haha, becanda deh. Terimakasih lho apresiasinya.
***
            Pada intinya, dengan diselenggrakannya acara tersebut, kami ingin meyakinkan semua orang, bahwa menulis itu penting.
@ Menulis itu merupakan alternatif dakwah yang sangat manjur.
@ Menulis itu bisa mewujudkan apa yang tidak bisa kita wujudkan di dunia nyata, menjadi terwujud dalam tulisan kita.
@ Menulis itu sama halnya mewariskan warisan yang tak terkira harganya.
@ Menulis itu berarti ikut membasmi kebodohan dan menciptakan kemajuan.
@ Menulis itu menuangkan segala hikmah yang ditemukan agar terbaca oleh khalayak orang.
@ Menulis itu mengubah dunia dengan kualitas tuilisan yang kita lahirkan.
@ Menulis itu menorehkan sebuah kenangan untuk nama kita

Untuk seluruh warga Indonesia yang membaca tulisan ini, yang kita menyadari sendiri bahwa prestasi minat membaca di negri ini adalah NOL BESAR!, maka kawan semua perlu mengingat kutipan-kutipan di bawah ini!
Buku adalah jendela dunia! Buku adalah warisan berharga yang tidak akan pudar di telan waktu! Buku adalah warisan yang paling berharga! Sebaik-baik teman pada setiap waktu adalah buku! Buku adalah pengikat ilmu! Dan tidak akan ada buku jika tidak ada penulis! Maka menulislah untuk dapat membuka jendela dunia, untuk dapat memberikan warisan berharga, untuk memberikan teman terdekat untuk semua orang, untuk mengikat ilmu agar Ia tak akan lepas dan pergi.

Beberapa komentar untuk Pekan Literasi Pelajar 2011:



“ Seru! Memotivasi kita-kita supaya tidak mudah menyerah. Sekaligus menyadarkan kita bahwa budaya membaca dan menulis itu sangat penting! ”
Nisa Permatasari, MAN Cipasung











“ Acaranya kurang lama, hehe. So, belum terlalu ngerti..Tapi bagus kok! Malahan seneng bisa langsung berinteraksi dengan para penulis..”
Akhfi, Ciawi

 
 
“ kg' nyesel dagh ane ngikut PLP di pesantren riyadul ulum wa da'wah condong!!!!
mantebbbb!!!!
pa lagee kang irfan hidayatullah...beuh kweren ajib!!!!
langsung dari FLP (forum lingkar pena).
...my experience!!! “
Fika,MA Fathiyah


Galeri Foto dalam acara Pekan Literasi Pelajar 2011
SMP-SMA Se-Priangan Timur 

 Registrasi ulang

 Diikuti 299 peserta se-priangan timur

 Sambutan oleh Wakil Pimpinan Pondok Kiyai Dididng darul Falah

 Launching Buku

 Para panitia yang selalu siap siaga dan super sibuk

 Panitia Putri foto bersama M.Irfan hidayatullah dan Kang yadi dari FLP Jabar

 Sekarang giliran panitia putranya




5 comments:

  1. ehemmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm?ru pulang dari jogja pasti byk inspiration niiiiiiiiiiiiiiii?bagi-bagi ilmu doooooooooooooong?

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah, sesegera mungkin saya post ke blog, in SyaAllah...

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. bikin acara kayak gini emang asiiik :)

    BalasHapus