RAMADHAN, Momentum Memupuk Kesabaran


Oleh: Lena Sa’yati

Saat lapar, tak boleh makan. Saat hauspun tak boleh minum. Saat kesal, tak boleh marah. Saat itu pula sejenis jin dan syetan kabur ketakutan. Kapan semua itu terjadi? Ini dia, yang disebut somebody is leaving, Ramdhan is coming! Benar, tamu agung kembali datang! Sebaliknya, tamu tak diundang pergi ketakutan. Inilah bulan mulia yang ditunggu-tunggu. Bulan penuh ampunan dan pahala tak tergantikan. Iya, penuh ampunan, iya pahala-pahalanya dilipat gandakan, tapi seberapa besarkah kemampuan kita menggapai kesabaran dalam menjalani puasa di bulan Ramadhan? Dan jawaban anak muda sekarang; Berapa aja boleh deh. 
Ramadhan Momentum untuk Bermalas-malasan?
Seribu satu godaan pasti akan kita temukan ketika menjalani puasa Ramdhan. Dari mulai terbit fajar, sampai tenggelamnya matahari, seakan disesaki bisikan dan hasrat ingin segera berbuka. Lihat yang dingin-dingin, bawaannya haus melulu. Lihat yang enak-enak, bawaannya lapar terus. Apalagi cuaca terik, perut keroncongan, tapi aktifitas tetap berjalan. Sungguh siksaan yang tiada habisnya. Kalau sudah begitu, sudah barang tentu kita terjangkit virus 5L: lemas, letih, lesu, loyo dan lunglai. Bawaannya malas ngapa-ngapain dan milih untuk tidur saja, atau nonton tv aja di rumah sambil ngadem, dari pada beraktifitas di luar bikin iman tergoda.
Eits, ternyata belum sampai disitu saja. Ketika waktu isa tiba, kita masih harus menunaikan ibadah shalat tarawih. Mana ke mesjid jauh, jumlah raka’atnya banyak, ditambah imamnya lambat banget lagi baca surahnya. Alhasil, bagi segelintir orang-orang MAKAN alias malas dan kurang iman, langsung pindah tuh kejajaran belakang untuk selonjoran. Dan lagi, untuk balas dendam karena seharian nggak makan dan minum, malamnya dihabiskan untuk menyikat semua makanan yang ada, daging, sayur, jus, buah-buahan, rujak, sampai kue-kuean ludes atas perintah perut kosong dan hawa nafsu yang tak terkontrol. Kalau sudah kenyang, langsung tidur, malas tahajud, malas sahur, atau bahkan malas shalat subuh! Ih, na’udzubillah. Pokoknya, satu kata untuk Ramadhan; Malas! Nah, yang model begini nih yang sering banget ditemukan disekeliling kita, atau bahkan kita sendiri seperti itu? Oh no! Jangan dong!
Yang muda, yang berpahala
Tidurnya orang yang sedang berpuasa memang ibadah dan bernilai pahala. Tapi gak wajar juga kalau kerjaan kita cuma tidur sepanjang puasa. Atau malah menjadikan dalil untuk tidur seharian sampai bedug magrib tiba. Ingat, Rosulullah SAW bersabda “ Al harokatu barokah “ yang artinya, bergerak itu mendatangkan keberkahan. Tapi bukan bergerak pas tidur, ngigau ke sana kemari, itu sih sama aja boong. Maksudnya bergerak melakukan hal-hal bermanfaat, seperti memperbanyak baca Al-Quran, shalawat, mengaji, belajar, dsb. Tentu lebih mendatangkan manfaat,  dan pahalanya pun lebih cihuy daripada dzikir-dzikiran (ngantuk dengan kepala ngangguk-ngangguk). Masa sobat sama sekali nggak tertarik dengan janji Allah tentang pelipat gandaan pahala di bulan Ramadhan. Masa gak tertarik untuk berbuat hal-hal mulia selama puasa Ramadhan. Malu dong sama Ramadhan, bulan yang mulia, suci, dan memiliki segudang keutamaan.
Rosulullah SAW saja bersabda: “ Jika telah datang awal malam bulan Ramdhan, diikatlah para setan dan jin-jin yang jahat. Ditutup pintu-pintu neraka, tidak ada satu pintu-pintu yang dibuka dan dibukalah pintu-pintu surga, tidak ada satu pintupun yang tertutup, berseru seorang penyeru: ‘Wahai orang yang ingin kebaikan lakukanlah, wahai orang yang ingin kejelekan kurangilah. Dan bagi Allah itu terjadi pada setiap malam” (HR. Tirmidzi). Kemudian dalam riwayat lain, sabda Rosulullah SAW “ Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan sabar dengan menyimpan pahala disisi Allah, maka seluruh dosanya akan diampuni” (HR. Bukhoro dan Muslim).
Subhanallah, betapa mulia bukan bulan Ramadhan ini? Saking mulianya, sampai orang yang tidurpun bernilai pahala. Berarti, kalau tidur saja mendapat pahala, apalagi kalau ditambah mengaji Al-Quran, dzikir, shalat tahajud dan baca Shalawat, ya? Ditengah keterbatasan fisik; tidak boleh makan, minum, marah, dll, jika kita menghadapinya dengan semangat dan mengisinya dengan hal-hal yang bermanfaat, bukan dengan malah bermalas-malasan, tentu nilai pahalanyapun akan semakin bertambah. Tapi ingat, jangan pahalanya dong yang dijadikan batasan, niat harus tetap lurus lillahi ta’ala, adapun pahala, itu sebagai tabungan buat akhirat  dan motivasi saja. Sebagai kaum muda, yang spiritnya masih berkobar, tentu harus jauh dari kata malas. Nenek kita saja yang sudah renta dan bahkan sulit berdiri, masih semangat puasa, shalat tarawih, dan ibadah lainnya. Apalagi kita-kita yang masih muda? Malu dong! Mestinya, kaum muda yang semangatnya membara, paling sering ibadahnya, paling banyak pula pahalanya.
Saatnya memupuk kesabaran
Sepertinya kata yang paling khas di bulan Ramadhan adalah; Lapar! Benar sekali, padahal biasanya saja sehari kita makan tiga kali, tapi ketika Ramadhan Cuma dua kali, itupun di ujung senja dan di ujung malam, berjauhan sekali, keburu lapar lagi. Tapi kan kalau melahap makanan pas puasa  batal! Melahap buku aja, atau Al-Quran lebih bagus, lebih menentramkan, dijamin tidak batal, malah dapat pahala. Intinya, ujian terberat yang Allah berikan pada kita di bulan ini adalah ujian kesabaran. Kesabaran dalam mengendalikan emosi, dan kesabaran dalam menghadapi segala sesuatu yang serba terbatas.
Bangsa arab jaman dahulu menggunakan kata Ramadhan untuk menyebut nama bulan kesembilan dalam penanggalan hijriyah, yang artinya ‘panas yang teramat sangat’, dimana padang pasir tengah bergemuruh riuh, disertai terik matahari yang mengkilat-kilat. Pada saat itulah kewajiban puasa ramadhan diturunkan.  Lha kok, mengapa Allah begitu ‘tega’ memerintah hambanya menunaikan ibadah puasa pada waktu dengan keadaan yang sangat tidak bersahabat. Justru disanalah Allah menguji kesabaran hambanya.
Rosulullahpun bersabda “ Puasa itu setengah kesabaran. Dan kesabaran itu sebagian dari iman” (HR. Tirmidzi).
Kalau dipikir-pikir, sungguh ajaib ya bangsa arab jaman dahulu itu. Di tengah padang pasir tandus, di bawah terik matahari, mampu menahan diri dari lapar dan dahaga! Apa tidak gila? Ya, mereka gila, gila akhirat, gila ibadah, gila pahala, gila yang sangat menguntungkan untuk hidupnya kelak diakhir masa. Lantas bagaimana dengan kita? Kita tidak sedang hidup di padang tandus kan? Cuaca terik, tinggal ngadem dirumah, sambil menyalakan AC. Jarak jauh, jadi cepat dengan kendaraan modern. Jaman dulu kan pake kuda. 
Berkaca pada masa lalu adalah sikap yang bijak. Kita sudah dianugrahi semua kemudahan yang lebih dari maksimal. Tapi apa yang terjadi? Mengaku anak muda, berjiwa muda, maju tak gentar membela yang benar, maju terus pantang mundur, energik dan bersemangat, namun ironis, lihatlah siapa yang dengan terang-terangan merokok di pinggir jalan? Lihatlah siapa yang mengisi shaf masjid di jajaran pertama? Siapa yang melakukan shalat berjamaah subuh di sana? Lihatlah siapa yang selalu dengan anarkis main hakim sendiri? Tidak sadarkah siapa yang selalu berbondong-bondong menghadiri majlis ta’lim dan pengajian-pengajian?
Ternyata fakta berbicara, kaum muda lebih banyak menyuarakan daripada melakukan. Hanya segelintir dari mereka yang lulus dari ujian Allah. Nilai kesabaran yang terlihat baru nol koma persen dari nilai maksimumnya. Terkadang semangat muda yang terlalu menggebu pun berbelok ke arah egoisme yang berujung anarkis. Sungguh miris bukan? Maka, dengan datangnya bulan Ramadhan, seakan menjadi embun yang menyejukan keringnya hati namun akan pergi seiring lahirnya matahari. Maka pergunakanlah bulan ramadhan yang hanya 30 hari ini untuk moment membagun dan memupuk kesabaran kita. Kesabaran yang menjadikan kita lebih bijak menatap hidup, dan yang paling penting, lebih mulia derajatnya disisi Allah. Kan jarang-jarang tuh kita puasa di hari-hari biasa. Maka, berbahagialah tatkala puasa ramdhan tiba, karena kita dapat menguji seberapa besar nilai kesabaran dalam diri kita, dan ketahuilah, barangsiapa yang lulus dari ujian Allah, maka Ia beruntung. Siapa sih yang tida mau untung? Baik untung di dunia, maupun unung diakhirat. Tak terkecuali kaum muda, anak kecil, ibu-ibu, bapak-bapak, nenek-nenek, kakek-kakek, semuanya pasti ingin beruntung! Jadi, supaya beruntung, mulai sekarang, hilangkan keegoisan, pupuk kesabaran di bulan Ramadhan. [Lena]

0 comments:

Posting Komentar