a conversation between father and son. Happy Watching! :-)
Home / Archive for 2014
Aksi Solidaritas untuk Gaza
Setelah mendengar dan menyaksikan berita seputar gencatan
senjata oleh Israel di Gaza, seketika saya dan suami menangis meringis. Berdoa
agar warganya senantiasa diberikan keselamatn oleh Allah Swt. telah kami
lakukan. Tapi rasanya ada yang masih kurang. Akhirnya, Ramadhan kemarin kami
berinisiatif untuk menggalang dana dan doa dari seluruh santri pondok pesantren
Riyadlul 'Ulum Wadda’wah Condong. Saya mewakili tim Majalah Condong mengambil
tindakan untuk mempresentasikan kondisi warga muslim di Gaza lewat power point,
selain itu saya memahamkan pada para santri mengapa kita harus membantu?
mengapa kita harus peduli?.
Sekitar
setengah jam berbicara di depan para santri, kami sepakat untuk mengumpulkan
dana dan doa. Untuk donasi bantuan sendiri nantinya akan kami salurkan lewat
dompet peduli ummat Daarut Tauhid yang ada di daerah Kota Tasik. Nantinya
bantuan akan diwujudkan dalam bentuk pangan, energi (listrik dll), uang dan
obat-obatan. Alhamdulillah dana yang kami kumpulkan sebesar Rp 6.386.000,-.
Tidak besar, tapi insyaAllah para santri ikhlas. Semoga sedikitnya dapat
meringankan beban moral dan moril warga muslim di sana. Amin. Gaza, jangan
pernah merasa sendiri, karena kami sesama muslim ada untuk terus mendukung dan
membantu sebisa mungkin.
Saya perwakilan dari tim Majalah Condong mempresentasikan keadaan seputar serangan tentara Israel di Gaza |
Kami memperlihatkan gambar-gambar penyerangan dan korban pengeboman |
Saya dan Aufa di depan kantor DPU DT cabang Tasikmalaya |
Papa dan petugas yang sedang menghitung donasi dari kami |
Bukti penyaluran dana |
Celoteh Aufa Part 1
Aufa Ilma Rausyanfikr umur 3 bulan |
Memiliki buah hati adalah dambaan setiap pasangan suami
istri. Begitu pula dengan saya dan suami. Saat pertama kali dinyatakan positif,
rasanya perasaan ini campur aduk. Antara senang, gugup dan bingung. Tapi saat
menjalaninya saya merasa ada sejuta perubahan yang terjadi. Mulai dari kualitas
diri, fisik, sampai sikap suami yang semakin memanjakan saya. Saat itu, kami
berdua selalu tak sabar menantikan dia yang ada di dalam rahim. Bagaimana rupanya,
bagaimana kelucuannya, dsb. Hingga pada akhirnya ia lahir ke dunia, kami seakan
dianugrahi hadiah yang tiada terkira oleh Sang Maha Pencipta.
Saat bayi
kami lahir dan akhirnya diberi nama Aufa Ilma Rausyanfikr (cukupkanlah ilmu sang
cendekiawan), saya sebagai ibu tak pernah mau absen untuk menyaksikan langsung
tumbuh kembangnya. Dari mulai Aufa dimandikan, tidur, tersenyum, menangis,
minum susu ASI sampai berceloteh tidak pernah saya lewatkan. Hasilnya, hari
demi hari selalu saja ada perkembangan Aufa yang menarik hati.
Dari mulai usia 7 hari, sampai
sekarang telah berusia 3 bulan setengah ia selalu menampakan sesuatu yang baru.
Saya masih ingat saat Aufa masih usia sebulan kurang, dia sudah senang
berceloteh. Kata pertamanya adalah “HAO”. Beranjak dua bulan, Aufa mulai sering
teriak-teriak sendiri, dan sudah mulai merespon ekspresi orang yang mengajaknya
bicara. Kini saat usianya menginjak 3 bulan lebih, Aufa semakin lincah dan
agresif. Mulai sering tersenyum dan berceloteh, wajahnya mulai terbentuk, dan
yang paling signifikan adalah berat badannya yang sudah mencapai 7,5 Kg, wow
berat ya. Panjangnya pun sudah mencapai 65 cm. Jika dibandingkan bayi pada
umumnya memang kemajuan Aufa terbilang lebih pesat. Alhamdulillah wa syukru
lillah.
Komitmen saya untuk memberinya ASI
eksklusif tidak akan berubah, meski beragam kesibukan menghantui. Saya kira hal
ini merupakan salah satu bentuk syukur terhadap anugrah Allah. Mungkin ini juga
yang menjadikan Aufa lebih subur dan lebih ceriwis dari bayi lainnya. Oh iya,
karena tidak ingin melewatkan perkembangan Aufa, saya dan suami selalu merekam
setiap momen yang menggemaskan. Berikut video kompilasi celotehan Aufa dari
usia 1 bulan sampai 3 bulan lebih.
Galeri Foto Aufa:
Usia 1 hari |
umur 7 hari |
Umur 1 bulan setengah |
umur 2 bulan |
Menyoal Fenomena Jilbabers, Hijabers dan Jilboobs di Indonesia
http://fc08.deviantart.net |
Perintah untuk mengenakan jilbab dalam Islam telah diatur
dalam al-Quran surat Al-Ahzab ayat 59 yang berbunyi;
"Hai
Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri
orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’ yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak
diganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS.
33:59)
Yang dimaksud dengan jilbab sendiri
adalah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka
dan dada.
Dengan
begitu, sudah jelas bahwa setiap wanita yang beragama Islam wajib menutup
auratnya dengan mengenakan jilbab. Jilbab tidak sekedar tradisi atau produk
budaya, melainkan titah tuhan pada hambanya. Memang apa gunanya? Tentu selain
mendapat pahala dengan mentaati syariat-Nya, berjilbab juga memiliki hikmah
tersendiri. Salah satunya adalah “KEMULIAAN”. Benar, jilbab adalah salah satu
simbol kemuliaan. Sebab dengan mengenakan jilbab, seorang wanita akan terlihat
anggun, rapi, sopan, serta dihormati. Sudah bukan barang baru jika wanita
berjilbab seringkali mendapat nilai yang lebih luhur jika dibandingkan mereka
yang tidak mengenakannya di kalangan masyarakat. Meski terkadang sering diledek
dengan sebutan “bu haji” atau disapa dengan ucapan salam yang seakan mencemooh
dari orang-orang jahil, tapi pada dasarnya itu adalah bentuk kemuliaan dari
sebuah jilbab. Begitulah Allah dengan nyata memperlihatkan keagungannya.
Jilbab adalah
solusi dari Allah untuk kaum wanita yang seringkali menjadi korban pelecehan.
Jilbab adalah salah satu ciri yang membedakan wanita muslim dengan kafir.
Jilbab adalah mahkota wanita yang menjadikannya tampak luhur dan terhormat.
Begitulah ketentuan Allah yang pada akhirnya menginginkan hamba-Nya agar
menjadi lebih baik dan akan menjadi ladang amal serta pahala tersendiri.
Indonesia
adalah negara dengan penduduk mayoritas muslim. Karenanya, tidak heran bila
banyak warga negaranya yang terlihat mengenakan jilbab. Meski begitu, yang
menjadi ironi adalah ketika seringkali yang ditampilakan media adalah mereka
yang bebas mengumbar auratnya. Tidak jarang para selebriti yang status KTP nya
beragama islam pun ikut melepas ke-Islamannya. Padahal, media bisa disebut
sebagai tolak ukur gambaran realita yang ada di masyarakat. Atau mungkin saja
hal ini merupakan imbas dari masa kepemerintahan orde lama yang melarang wanita
berjilbab. Sungguh masa-masa kelam serta ironis bagi kaum muslim pada zaman
itu.
Sekalipun kaum
muslim di Indonesia telah melewati masa kelamnya itu, tapi toh nyatanya masih
marak saja gambar-gambar tak senonoh yang ditampilkan wanita muslim di media.
Namun, tidak perlu menghujat atau menghakimi, karena selain mereka, masih
banyak wanita muslim yang mau menjalankan syari’at berjilbab. Hanya saja, kaum
perempuan berjilbab di negara ini tampak berbeda dengan mereka yang ada di
belahan bumi lain. Indonesia adalah negara dengan fenomena jilbab yang unik
atau nyaris aneh.
Sebut saja
jilbabers, hijabers, atau yang terbaru jilboobs. Istilah-istilah tersebut
merupakan sebutan bagi perempuan berjilbab dengan beragam kategori. Sejak kapan
wanita berjilbab terpisah-pisah dalam beberapa kategori? Dan dimana semua itu
berada? Di Indonesia! Saya yakin hanya di negara INDONESIA!.
Jilbabers
Ciri khas yang kental untuk istilah ini adalah mereka yang mengenakan jilbab segi empat lebar semampai sampai menutup seluruh bagian dada dan punggung. Selain itu, jenis pakaian yang dikenakan pun identik dengan gamis atau blous panjang selutut. Khusus untuk pelajar, biasanya mereka mengkombinasikan style ini dengan tas ransel, kaos kaki dan manset (semacam sarung tangan yang dikenakan di pergelangan tangan). Entah siapa yang menemukan istilahnya, hanya saja begitu lah corak style berjilbab kaum jilbabers.
Ciri khas yang kental untuk istilah ini adalah mereka yang mengenakan jilbab segi empat lebar semampai sampai menutup seluruh bagian dada dan punggung. Selain itu, jenis pakaian yang dikenakan pun identik dengan gamis atau blous panjang selutut. Khusus untuk pelajar, biasanya mereka mengkombinasikan style ini dengan tas ransel, kaos kaki dan manset (semacam sarung tangan yang dikenakan di pergelangan tangan). Entah siapa yang menemukan istilahnya, hanya saja begitu lah corak style berjilbab kaum jilbabers.
Kaum
jilbabers biasanya muncul dari sebuah komunitas pelajar Islam atau mereka yang
menjadi aktivis di beberapa forum ke-Islaman. Tapi ada juga yang muncul dari
salah satu partai politik yang berasaskan Islam. Sejauh ini, saya kira
penampilan komunitas ini sesuai dengan syariat Islam, karena selain bentuk
jilbab dan pakaian mereka yang longgar dan lebar, biasanya orang-orangnya
mempunyai sifat yang sopan, religius, supel serta baik hati. Namun entah
kenapa, justru orang-orang yang berpikiran negatif malah sering menghakimi
mereka dengan sebutan so’ suci, teroris, norak atau bahkan kampungan.
Hijabers
Muncul
pada tahun 2010, komunitas yang dipelopori disainer muslim Dian Pelangi ini
menamakan dirinya dengan istilah Hijabers Community (HC). Berbeda dengan kaum
jilbabers, komunitas ini mengusung tema kreatifitas dalam penggunaan hijab. Tentu
saja, karena komunitas ini lahir dari tangan-tangan para “Fashion Blogger”.
Dengan begitu, jilbab pun dijadikan sebagai salah satu produk fashion yang
tidak lagi terkesan norak, ekstrem atau kampungan. Dian Pelangi sebagai founder
pun mulai mempopulerkan beragam gaya berjilbab dengan kreatifitasnya.
Kemunculan
komunitas ini ternyata memiliki dampak yang luas biasa bagi dunia per-jilbab-an
di tanah air. Mulai dari para fashionista, selebritis, dan kaum wanita pada
umumnya berbondong-bondong untuk memutuskan memakai jilbab dengan aneka gaya
dan rupa. Jenis kerudung yang dikenakan identik dengan syawl atau pashmina.
Kata “jilbab” pun dirubah penyebutannya dengan kata “hijab”. Akibatnya, banyak
yang semula tidak berjilbab memilih untuk menutup kepalanya. Dan yang paling
baru, banyak dari kalangan selebritis yang semula identik dengan keseksian
serta keglamorannya ikut berhijrah untuk mengenakan hijab.
Nah, tapi dari
sini dimulailah beragam kontroversi soal fenomena hijabers ini. Alih-alih
menjalankan syariat Islam untuk menutup aurat, malah banyak dari mereka yang
meniatkan dirinya berhijab karena ingin tampil lebih modis, dengan anggapan
bahwa hijab kini tidak lagi terkesan “kampungan”. Akibatnya, banyak yang tampil
setengah-setengah, alias berhijab tapi tidak menutup aurat. Atau berhijab, tapi
tetap menonjolkan keseksian serta keglamoran. Bagaimana maksudnya? Secara kasat
mata, jika dilihat dari segi penampilan banyak dari mereka yang berhijab tapi
tidak menutup dada, memakai pakaian ketat, atau bahkan mengenakan celana
pensil. Selain itu, tidak jarang dari mereka yang tidak segan mengumbar asmara dengan
lawan jenis yang belum halal.
Berangkat dari
fenomena ini, ada yang menilai postif tapi ada pula yang beranggapan negatif. Dari
kalangan para disainer, masyarakat awam, serta para pebisnis pakaian, komunitas
hijabers ini telah merubah cara pandang orang tentang jilbab. Jika dulu
dianggap norak dan kampungan, kini terkesan modis dan stylish. Oleh karenanya,
orang berhijab sekarang lebih banyak dari zaman dulu, karena paradigma mereka
tentang jilbab yang kampungan itu telah berubah. Selain itu, dengan semakin
beragam corak dan variasinya, mereka berharap bahwa kelak Indonesia menjadi
kiblat fashion muslim dunia.
Meski
demikian, banyak kalangan para ulama atau kaum jilbabers yang menyayangkannya.
Karena bukannya menjadikan martabat kaum wanita terangkat dengan kemuliaannya,
malah terkesan hedonis dan acuh terhadap kebenaran aturan dalam firman Allah.
Kebanyakan dari mereka berkilah jika diingatkan atau dinasihati. Mereka selalu
berkata “masih proses” jika orang mengingatkan untuk berhijab sesuai aturan
yang Allah tetapkan. Tapi ternyata kalimat “masih proses” itu tidak terlihat
sungguh-sungguh dalam menjemput hidayah Allah. Kebanyakan malah keasyikan
dengan keadaannya sekarang, karena tak jarang yang mereka dapatkan adalah
pujian serta sanjungan atas kreatifitas mereka dalam berhijab.
Terlepas dari
beragam asumsi, justru komunitas ini kini semakin digemari dan membawa dampak
yang signifikan dalam dunia bisnis dan perbukuan. Terbukti dari kebanyakan para
anggotanya yang masing-masing memilih untuk memiliki line clothing sendiri.
Selain itu, jika kita berkunjung ke toko buku, banyak buku yang termasuk best
seller adalah buku-buku bergenre tutorial. Yaitu tutorial mengkreasikan
kerudung dengan segala macam bentuk dan karakter.
Jilboobs
Istilah jilboobs merupakan akronim dari kata
jilbab dan boobs (payudara). Entah siapa penemunya, tapi yang pasti
kemunculannya yang baru-baru ini meresahkan semua kalangan. Ciri khas dari
komunitas ini adalah mereka yang mengenakan hijab transparan, tapi berpakaian
ketat sehingga menonjolkan bagian dada. Tidak jarang mereka mengupload foto
berhijab tapi memakai pakaian dengan lengan pendek serta celana jeans ketat. Komunitas
ini dengan resmi membuat fans page di facebook dan secara berkala mengupload
foto-foto serupa. Tidak tanggung-tanggung jumlah likers-nya mencapai 3000-an
lebih. Sungguh ironis sekali. Saya kira komunitas seperti ini sudah merupakan
sebuah penghinaan terhadap agama Islam. Karena dengan terang-terangan mereka
mempermalukan agama dengan sengaja mempertontonkan bagian tubuhnya yang
termasuk aurat. Saya benar-benar geram serta ingin segera fans page di
facebook-nya diblokir.
Menyoal
fenomena di atas, seakan kaum muslim di Indonesia tengah mencari jati diri
ke-Islaman satu sama lain. Termasuk kedalam kelompok manakah diri ini, atau
pantas tergolong kelompok manakah style yang saya tampilkan. Tentu hal ini
dirasa tidak baik dan tidak kondusif bagi kaum muslim yang semestinya bersatu
padu serta taat pada tuhannya yang satu, Allah SWt. Karena hal seperti ini
hanya terjadi pada kaum wanita, sehingga tak jarang kaum pria seringkali
mencemooh atau bahkan ikut prihatin, terutama pada orang-orang terdekatnya.
Perbedaan
asas, corak serta pemikiran masing-masing kelompok menjadi bumerang tersendiri
bagi kaum wanita muslim untuk tak henti-hentinya berdebat. Kaum jilbabers yang
sederhana, serba tertutup dan syar’i merasa prihatin dengan kaum hijabers yang
dengan kreatifitiasnya malah merujuk ke arah yang tidak Islami. Begitu juga
kaum hijabers yang merasa terhina karena sebagian dari mereka yang seringkali
diolok-olok sebagai “wanita jilboobs” lantaran kerudungnya tidak menutup dada.
Sedih? Iya.
Marah? Mungkin tidak seharusnya kita sebagai ummat muslim bersikap antagonis.
Jika Allah memerintahkan kita dalam firmannya untuk saling menasihati satu sama
lain dalam kebaikan, itu sudah sepantasnya kita lakukan. Tapi bagaimana jika
mereka yang dinasihati atau diingatkan malah membelot dengan dalih “pikirin aja
diri lo sendiri, ngapain ngurusin orang. Emang lo udah sempurna!” tentu lain lagi.
Tapi satu yang pasti, untuk saling menasihati satu sama lain dalam kebaikan,
kita tidak perlu menjadi sempurna, karena tidak ada manusia yang sempurna
selain Rasulullah. Jika begitu, sikap yang mesti kita ambil adalah kembali
luruskan niat. Mari melapangkan dada dan membuka pikiran untuk menerima hal-hal
positif dari orang yang berefek baik bagi diri sendiri. Tidak boleh saling
menghujat satu sama lain, dan teruslah saling mendoakan agar kita kaum wanita
bisa mendapat hidayah Allah untuk menjadi hamba-Nya yang lebih baik.[]
Idul Fitri 1435 H
World Meet Baby
29 April 2014 |
Rasa syukur dan
senang luar biasa tengah menghinggapi rumah tangga kami. Rabu, 29 April 2014
bertepatan dengan ulang tahun Papa akhirnya Baby lahir ke dunia yang terang
benderang. Sungguh kado terindah baik untuk Papa maupun saya. Bicara tentang
tanggal lahir, saya pun lahir di tanggal 29. Sepertinya kami memang keluarga
twenty niners ya…
Hal menarik dari proses kelahiran
Baby adalah perjuangan dan cobaan dari Allah untuk saya sebagai ibu juga baby.
Betapa tidak, saya sempat khawatir ketika beberapa jam selepas ketuban pecah
detak jantung baby malah semakin kencang, sedangkan saya semakin mulas. Jalan
terakhir adalah operasi. Sontak saya terkejut dan sempat putus asa. Tapi
Alhamdulillah keluarga senantiasa memberi dorongan dan semangat.
Saya sempat merasakan dokter
menyuntikan biusan di punggung sebelum akhirnya saya terbaring kaku. Sekitar
enam dokter berkumpul di dekat badan saya hendak mengoperasi. Ingatan saya
masih sadar, sampai baby diangkat dan saya mendengar jeritan tangisnya untuk
pertama kali. Seorang dokter mengangkatnya dan menunjukannya ke depan mata
saya. Antara sadar dan sedikit pusing saya mencoba tersenyum. Anakku, bayi
laki-laki itu adalah anakku. Seluruh keluarga yang menunggu akhirnya berucap syukur
dan lega. Terimakasih ya Allah melancarkan persalinan ini.
Menemani baby berjemur |
Pasca Persalinan
Sabar. Kata itu adalah kunci utama
saat saya harus menghadapi masa pasca persalinan secara caesar. Memang saat
operasi kita tidak merasa sakit atau apa. Tapi setelahnya sungguh masa-masa
yang sulit dan perih. Hampir dua hari tidak bisa bangun atau bahkan berbaring
menyamping. Untuk bisa duduk saja harus bertarung dengan rasa linu di perut
yang luar biasa. Padahal ASI saya sudah keluar, dan baby menunggu disusui. Tapi
demi kesehatan baby, saya paksakan untuk berusaha bangun dan menyusuinya.
Tantangan lainnya adalah ketika setiap
malam baby terbangun sejam sekali. Bisa dibayangkan saya harus bangun-tidur
berulang-ulang dengan keadaan linu dan sakit di perut. Hingga sempat tekanan
darah saya ngedrop. Belum lagi ketika siang hari baby banyak tidur sehingga ASI
menumpuk dan menyebabkan demam di tubuh saya, sungguh cobaan yang luar biasa
sakit. Tapi apa pun yang menyakitkan ternyata kalah dengan bahagianya hati ini
menatap sang buah hati.
Kini segalanya telah berubah,
hal-hal pahit yang dialami pasca persalinan telah berhasil saya lewati. Saatnya
saya dan keluarga menjalani hari-hari baru yang lebih berwarna dengan kehadiran
baby mungil ini. Terimakasih ya Allah, terimakasih Ibu, terimakasih Bapak,
terimakasih papa sayang, terimakasih baby untuk cinta kasih tulus kalian. []
Langganan:
Postingan
(
Atom
)