lenasayati@gmail.com
Tempat aku kembali
Setiap yang hidup, pasti akan mati. Setiap yang bertemu, pasti akan berpisah. Begitupun setiap yang pergi, pasti akan kembali untuk pulang. Semua itu sudah suratan, dan tak dapat diganggu gugat. Namun seringkali kita menentang suratan itu. Yang hidup, takut mati. Yang bertemu, tak mau berpisah. Dan yang pergi, tak mau kembali pulang. Mengapa demikian? Tiada lain karena kita terkadang dibutakan oleh kesenangan yang fana. Fana? Itu jelas. Semua yang berwujud dimuka bumi ini adalah fana. Termasuk bumi yang kita tinggali inipun hanyalah sementara. Lantas, kemana kita harus kembali untuk pulang?....Apakah keluar angkasa? Ke Planet lain? Atau kemana? Ah, teman-teman juga pastinya sudah tahu, ya tentu saja ke dunia kita yang kedua, yaitu Alam Akhirat. Inilah tempat kita kembali untuk selamanya. Tempat kehidupan yang abadi, tiada akhir. Wah, gak kebayang ya hidup tiada akhir. Makanya jangan dibayangin, takut malah ngigau nantinya.
Pulang, berarti kembali. Tempat kembali pulang yang terkecil, mungkin keluarga, lalu desa, kota, sampai kembali pulang untuk Negara. Ini levelnya sudah sampai paling tinggi. Dan yang paling sulit adalah kembali pulang untuk desa, dan Negara. Betapa banyak sekali mereka para pelajar dari desa yang merantau keluar kota, atau bahkan keluar negeri yang enggan pulang untuk tanah kelahirannya. Mereka lebih senang berlama-lama bahkan menetap dikota, atau diluar negri, tanpa ‘ngeh’ untuk kembali pulang memberikan kontribusi bagi masyarakat di sana. Hmmm...saya termasuk orang-oarng yang kayak gitu gak ya?...Ah, semoga saja tidak. Karena apa? Karena kali ini saya sendiri sedang pulang ke tanah kelahiran saya, Salopa. Mumpung ada libur dua hari, ya saya sempatkan untuk pulang. Sebenarnya, ada dua motif mengapa saya hendak pulang;
Pertama, karena saya ingin bersilaturahmi plus meminta do’a dari sanak keluarga terutama mama dan nenek, untuk kelancaran kuliah, serta sebuah acara yang sedang saya rancang bersama rekan-rekan di pondok. Meminta do’a dan bersilaturahmi itu penting lho! Dan efeknyapun memang sangat manjur. Lho kok?...Tidak ada apa-apanya jika usaha tidak dibarengi do’a. Dan tidak akan terjadi kerukunan serta keeratan tali persaudaraan tanpa adanya silaturahmi. Hmmm....real banget kan dampak dari do’a dan silaturahmi ini?..maka dari itu, yuk kita biasakan untuk tak henti-henti berdo’a dan juga bersilaturahmi. Sok lah, rasakan saja manfa’atnya. Ageng pisan pokokna mah.
Kedua, karena saya sudah sangat rindu kepada keluarga yang setia setiap saat mendo’akan kelancaran saya dan adik yang tengah menuntut ilmu di ‘kota’. Meski tanpa Bapak di rumah, karena beliau memang sedang merantau jauh ke luar kota, atau tepatnya mungkin ke luar pulau kali ya, tapi saya tetap ingin cepat-cepat berkumpul untuk kemudian bersua kembali bersama mereka. Mama, adik-adikku yang masih pada SD dan TK. Nenek, Abah, bibi, mamang, sepupu, apa lagi ya?...oh iya, dan juga keponakan. Hmmm....I miss you all deh pokoknya. Sepertinya, tanpa ada rasa rindu di hati kita, pastinya tak akan muncul hasrat untuk bertemu. Nah, maka bersyukurlah kepada Maha penganugrah rasa rindu itu ya. Alhamdulillah.
Ini dia nih orang-orang yang sudah membuat saya rindu;
Para pendekar Cilik,...Rifa', Ilham, and Fikar.
Dan inilah sahabat untuk selamanya; Me, Sepupu: Dini, and Irna
Oh my beloved nephew, Dafa, U're so Cute.
My Beloved Super power Mom,
Namun yang lebih menyenangkan, kebetulan di kampung saya ini sedang ada hajatan yang cukup besar. Dan serunya, rumah keluarga saya dijadikan markas memasaknya ibu-ibu ahli dapur. Hehe. Walhasil, rumah saya penuuuuuuuuuh luar biasa dengan berbagai macam olahan. Dan pastinya, perut saya kenyang tiada tara. Haha, Alhamdulillah. Ngomong-ngomong, hajatan apa ya yang sedang warga kampung ini adakan? Samenan? Nikahan? Khitanan? Atau pesta-pestaan?....Ah, bukan semua. Ternyata warga kampung sini tengah mengadakan acara peringatan maulid nabi, atau kalau kata masyarakat disini mah, Muludan. Hmm....acaranya cukup hebring, karena mengundang bintang tamu, aih, maksudnya, Muballigh dari kota. Dan seperti warga kampung pada umumnya, para bapak bebondong-bondong memadati isi masjid dengan berkostumkan sarung dan baju koko. Bakda ‘isya, speaker dinyalakan, dan....tes,tes, satu dua tiga,....mulailah MC berbicara. Hmmm.....Sempurna! Pas sekali deh saya pulang kali ini. Padahal tidak ada ancang-ancang sebelumnya. Coba lihat deh ramenya rumahku penu dengan macam-macam olahan:
Dan inilah "emih'
Akhirnya, saya harus kembali ke pondok dengan membawa misi besar yakni tholabul ‘ilmi. Ingat Ena, Tholabul ‘ilmi! Siapkan mental yang matang, pikiran yang fokus, serta hati yang jernih. Tajdidun Niyyat untuk menggapai sebuah perubahan yang positif. Semoga perantauan memikul misi besar ini dapat tercurah kembali kemana seharusnya hasil dari misi itu di berikan. Dan pada saatnya tiba, disamping terus berusaha untuk beramal baik, pun siap berkontribusi untuk pembangunan masyarakat. Maka, prinsip hidup saya kali ini adalah: Beramal, dan Berkontribusi! Bismillahirrahmaanirrahiim....
0 comments:
Posting Komentar