|
http://fc08.deviantart.net |
Perintah untuk mengenakan jilbab dalam Islam telah diatur
dalam al-Quran surat Al-Ahzab ayat 59 yang berbunyi;
"Hai
Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri
orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’ yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak
diganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS.
33:59)
Yang dimaksud dengan jilbab sendiri
adalah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka
dan dada.
Dengan
begitu, sudah jelas bahwa setiap wanita yang beragama Islam wajib menutup
auratnya dengan mengenakan jilbab. Jilbab tidak sekedar tradisi atau produk
budaya, melainkan titah tuhan pada hambanya. Memang apa gunanya? Tentu selain
mendapat pahala dengan mentaati syariat-Nya, berjilbab juga memiliki hikmah
tersendiri. Salah satunya adalah “KEMULIAAN”. Benar, jilbab adalah salah satu
simbol kemuliaan. Sebab dengan mengenakan jilbab, seorang wanita akan terlihat
anggun, rapi, sopan, serta dihormati. Sudah bukan barang baru jika wanita
berjilbab seringkali mendapat nilai yang lebih luhur jika dibandingkan mereka
yang tidak mengenakannya di kalangan masyarakat. Meski terkadang sering diledek
dengan sebutan “bu haji” atau disapa dengan ucapan salam yang seakan mencemooh
dari orang-orang jahil, tapi pada dasarnya itu adalah bentuk kemuliaan dari
sebuah jilbab. Begitulah Allah dengan nyata memperlihatkan keagungannya.
Jilbab adalah
solusi dari Allah untuk kaum wanita yang seringkali menjadi korban pelecehan.
Jilbab adalah salah satu ciri yang membedakan wanita muslim dengan kafir.
Jilbab adalah mahkota wanita yang menjadikannya tampak luhur dan terhormat.
Begitulah ketentuan Allah yang pada akhirnya menginginkan hamba-Nya agar
menjadi lebih baik dan akan menjadi ladang amal serta pahala tersendiri.
Indonesia
adalah negara dengan penduduk mayoritas muslim. Karenanya, tidak heran bila
banyak warga negaranya yang terlihat mengenakan jilbab. Meski begitu, yang
menjadi ironi adalah ketika seringkali yang ditampilakan media adalah mereka
yang bebas mengumbar auratnya. Tidak jarang para selebriti yang status KTP nya
beragama islam pun ikut melepas ke-Islamannya. Padahal, media bisa disebut
sebagai tolak ukur gambaran realita yang ada di masyarakat. Atau mungkin saja
hal ini merupakan imbas dari masa kepemerintahan orde lama yang melarang wanita
berjilbab. Sungguh masa-masa kelam serta ironis bagi kaum muslim pada zaman
itu.
Sekalipun kaum
muslim di Indonesia telah melewati masa kelamnya itu, tapi toh nyatanya masih
marak saja gambar-gambar tak senonoh yang ditampilkan wanita muslim di media.
Namun, tidak perlu menghujat atau menghakimi, karena selain mereka, masih
banyak wanita muslim yang mau menjalankan syari’at berjilbab. Hanya saja, kaum
perempuan berjilbab di negara ini tampak berbeda dengan mereka yang ada di
belahan bumi lain. Indonesia adalah negara dengan fenomena jilbab yang unik
atau nyaris aneh.
Sebut saja
jilbabers, hijabers, atau yang terbaru jilboobs. Istilah-istilah tersebut
merupakan sebutan bagi perempuan berjilbab dengan beragam kategori. Sejak kapan
wanita berjilbab terpisah-pisah dalam beberapa kategori? Dan dimana semua itu
berada? Di Indonesia! Saya yakin hanya di negara INDONESIA!.
Jilbabers
Ciri
khas yang kental untuk istilah ini adalah mereka yang mengenakan jilbab segi
empat lebar semampai sampai menutup seluruh bagian dada dan punggung. Selain
itu, jenis pakaian yang dikenakan pun identik dengan gamis atau blous panjang
selutut. Khusus untuk pelajar, biasanya mereka mengkombinasikan style ini
dengan tas ransel, kaos kaki dan manset (semacam sarung tangan yang dikenakan
di pergelangan tangan). Entah siapa yang menemukan istilahnya, hanya saja
begitu lah corak style berjilbab kaum jilbabers.
Kaum
jilbabers biasanya muncul dari sebuah komunitas pelajar Islam atau mereka yang
menjadi aktivis di beberapa forum ke-Islaman. Tapi ada juga yang muncul dari
salah satu partai politik yang berasaskan Islam. Sejauh ini, saya kira
penampilan komunitas ini sesuai dengan syariat Islam, karena selain bentuk
jilbab dan pakaian mereka yang longgar dan lebar, biasanya orang-orangnya
mempunyai sifat yang sopan, religius, supel serta baik hati. Namun entah
kenapa, justru orang-orang yang berpikiran negatif malah sering menghakimi
mereka dengan sebutan so’ suci, teroris, norak atau bahkan kampungan.
Hijabers
Muncul
pada tahun 2010, komunitas yang dipelopori disainer muslim Dian Pelangi ini
menamakan dirinya dengan istilah Hijabers Community (HC). Berbeda dengan kaum
jilbabers, komunitas ini mengusung tema kreatifitas dalam penggunaan hijab. Tentu
saja, karena komunitas ini lahir dari tangan-tangan para “Fashion Blogger”.
Dengan begitu, jilbab pun dijadikan sebagai salah satu produk fashion yang
tidak lagi terkesan norak, ekstrem atau kampungan. Dian Pelangi sebagai founder
pun mulai mempopulerkan beragam gaya berjilbab dengan kreatifitasnya.
Kemunculan
komunitas ini ternyata memiliki dampak yang luas biasa bagi dunia per-jilbab-an
di tanah air. Mulai dari para fashionista, selebritis, dan kaum wanita pada
umumnya berbondong-bondong untuk memutuskan memakai jilbab dengan aneka gaya
dan rupa. Jenis kerudung yang dikenakan identik dengan syawl atau pashmina.
Kata “jilbab” pun dirubah penyebutannya dengan kata “hijab”. Akibatnya, banyak
yang semula tidak berjilbab memilih untuk menutup kepalanya. Dan yang paling
baru, banyak dari kalangan selebritis yang semula identik dengan keseksian
serta keglamorannya ikut berhijrah untuk mengenakan hijab.
Nah, tapi dari
sini dimulailah beragam kontroversi soal fenomena hijabers ini. Alih-alih
menjalankan syariat Islam untuk menutup aurat, malah banyak dari mereka yang
meniatkan dirinya berhijab karena ingin tampil lebih modis, dengan anggapan
bahwa hijab kini tidak lagi terkesan “kampungan”. Akibatnya, banyak yang tampil
setengah-setengah, alias berhijab tapi tidak menutup aurat. Atau berhijab, tapi
tetap menonjolkan keseksian serta keglamoran. Bagaimana maksudnya? Secara kasat
mata, jika dilihat dari segi penampilan banyak dari mereka yang berhijab tapi
tidak menutup dada, memakai pakaian ketat, atau bahkan mengenakan celana
pensil. Selain itu, tidak jarang dari mereka yang tidak segan mengumbar asmara dengan
lawan jenis yang belum halal.
Berangkat dari
fenomena ini, ada yang menilai postif tapi ada pula yang beranggapan negatif. Dari
kalangan para disainer, masyarakat awam, serta para pebisnis pakaian, komunitas
hijabers ini telah merubah cara pandang orang tentang jilbab. Jika dulu
dianggap norak dan kampungan, kini terkesan modis dan stylish. Oleh karenanya,
orang berhijab sekarang lebih banyak dari zaman dulu, karena paradigma mereka
tentang jilbab yang kampungan itu telah berubah. Selain itu, dengan semakin
beragam corak dan variasinya, mereka berharap bahwa kelak Indonesia menjadi
kiblat fashion muslim dunia.
Meski
demikian, banyak kalangan para ulama atau kaum jilbabers yang menyayangkannya.
Karena bukannya menjadikan martabat kaum wanita terangkat dengan kemuliaannya,
malah terkesan hedonis dan acuh terhadap kebenaran aturan dalam firman Allah.
Kebanyakan dari mereka berkilah jika diingatkan atau dinasihati. Mereka selalu
berkata “masih proses” jika orang mengingatkan untuk berhijab sesuai aturan
yang Allah tetapkan. Tapi ternyata kalimat “masih proses” itu tidak terlihat
sungguh-sungguh dalam menjemput hidayah Allah. Kebanyakan malah keasyikan
dengan keadaannya sekarang, karena tak jarang yang mereka dapatkan adalah
pujian serta sanjungan atas kreatifitas mereka dalam berhijab.
Terlepas dari
beragam asumsi, justru komunitas ini kini semakin digemari dan membawa dampak
yang signifikan dalam dunia bisnis dan perbukuan. Terbukti dari kebanyakan para
anggotanya yang masing-masing memilih untuk memiliki line clothing sendiri.
Selain itu, jika kita berkunjung ke toko buku, banyak buku yang termasuk best
seller adalah buku-buku bergenre tutorial. Yaitu tutorial mengkreasikan
kerudung dengan segala macam bentuk dan karakter.
Jilboobs
Istilah jilboobs merupakan akronim dari kata
jilbab dan boobs (payudara). Entah siapa penemunya, tapi yang pasti
kemunculannya yang baru-baru ini meresahkan semua kalangan. Ciri khas dari
komunitas ini adalah mereka yang mengenakan hijab transparan, tapi berpakaian
ketat sehingga menonjolkan bagian dada. Tidak jarang mereka mengupload foto
berhijab tapi memakai pakaian dengan lengan pendek serta celana jeans ketat. Komunitas
ini dengan resmi membuat fans page di facebook dan secara berkala mengupload
foto-foto serupa. Tidak tanggung-tanggung jumlah likers-nya mencapai 3000-an
lebih. Sungguh ironis sekali. Saya kira komunitas seperti ini sudah merupakan
sebuah penghinaan terhadap agama Islam. Karena dengan terang-terangan mereka
mempermalukan agama dengan sengaja mempertontonkan bagian tubuhnya yang
termasuk aurat. Saya benar-benar geram serta ingin segera fans page di
facebook-nya diblokir.
Menyoal
fenomena di atas, seakan kaum muslim di Indonesia tengah mencari jati diri
ke-Islaman satu sama lain. Termasuk kedalam kelompok manakah diri ini, atau
pantas tergolong kelompok manakah style yang saya tampilkan. Tentu hal ini
dirasa tidak baik dan tidak kondusif bagi kaum muslim yang semestinya bersatu
padu serta taat pada tuhannya yang satu, Allah SWt. Karena hal seperti ini
hanya terjadi pada kaum wanita, sehingga tak jarang kaum pria seringkali
mencemooh atau bahkan ikut prihatin, terutama pada orang-orang terdekatnya.
Perbedaan
asas, corak serta pemikiran masing-masing kelompok menjadi bumerang tersendiri
bagi kaum wanita muslim untuk tak henti-hentinya berdebat. Kaum jilbabers yang
sederhana, serba tertutup dan syar’i merasa prihatin dengan kaum hijabers yang
dengan kreatifitiasnya malah merujuk ke arah yang tidak Islami. Begitu juga
kaum hijabers yang merasa terhina karena sebagian dari mereka yang seringkali
diolok-olok sebagai “wanita jilboobs” lantaran kerudungnya tidak menutup dada.
Sedih? Iya.
Marah? Mungkin tidak seharusnya kita sebagai ummat muslim bersikap antagonis.
Jika Allah memerintahkan kita dalam firmannya untuk saling menasihati satu sama
lain dalam kebaikan, itu sudah sepantasnya kita lakukan. Tapi bagaimana jika
mereka yang dinasihati atau diingatkan malah membelot dengan dalih “pikirin aja
diri lo sendiri, ngapain ngurusin orang. Emang lo udah sempurna!” tentu lain lagi.
Tapi satu yang pasti, untuk saling menasihati satu sama lain dalam kebaikan,
kita tidak perlu menjadi sempurna, karena tidak ada manusia yang sempurna
selain Rasulullah. Jika begitu, sikap yang mesti kita ambil adalah kembali
luruskan niat. Mari melapangkan dada dan membuka pikiran untuk menerima hal-hal
positif dari orang yang berefek baik bagi diri sendiri. Tidak boleh saling
menghujat satu sama lain, dan teruslah saling mendoakan agar kita kaum wanita
bisa mendapat hidayah Allah untuk menjadi hamba-Nya yang lebih baik.[]