PEJUANG
MIMPI
Perjalanan Mengumpulkan Kepingan Mozaik
Impian
Oleh Lena Sa’yati
Lena Sa'yati (Si Pejuang Mimpi) |
Saya mengawali hidup dengan mimpi. Tidak pantang
walau terlalu menjulang tinggi. Yang pasti saya berani untuk bermimpi. Karena
mimpi itu gratis, namun selalu terbayar dengan kenyataan yang tidak gratis.
Tentunya semua itu tidak semudah mebalikan telapak tangan. Ada beberapa resep
yang membuat mimpi bisa berubah menjadi nyata. Akan saya sajikan berdasarkan
kisah nyata perjalanan hidup saya. Have a nice read J.
Daftar Mimpiku
Berbeda
dari kebanyakan anak usia enam tahun. Ketika mereka bercita-cita menjadi
dokter, pramugari, guru, penyanyi, artis, dan lainnya, saya bercia-cita untuk
menjadi seorang penulis! Enam tahun, bayangkan. Saya sudah senang menghabiskan
demi lembar buku tulis untuk merangkai kata-kata membentuk sebuah cerita. Itu
mimpi saya yang pertama.
Ketika menginjak bangku SD, saya
masih ingin menjadi penulis. Duduk di bangku SMP, saya masih tetap gemar
menulis. Di bangku SMA pun saya tetap menulis. Saya berusaha istiqomah (konsisten)
dalam mewujudkan mimpi pertama itu, karena saya yakin suatu saat semua akan
terwujud. Saya pun masih keukeuh dengan mimpi itu, karena saya yakin suatu saat
jika mimpi itu terwujud, akan memberikan dampak positif yang besar, bukan hanya
untuk saya, melainkan khalayak umum juga.
Dari mimpi menjadi seorang
penulis, ketika duduk di bangku SMA, saya mulai merangkai daftar mimpi-mimpi
saya yang berkaitan dengan dunia kepenulisan. Saya ingat, yang pertama kali
saya tulis adalah; ingin punya laptop! Menyusul
setelahnya; ingin bergabung
dalam komunitas kepenulisan, ingin membina sebuah komunitas kepenulisan,
ingin memiliki perpustakaan pribadi, Ingin tulisan saya dimuat di media cetak, ingin
memiliki kantor pribadi, ingin menerbitkan buku-buku best-seller yang
juga best-quality dll.
Saya mulai berusaha lebih keras
untuk mewujudkan mimpi-mimpi itu. Belanja buku dan majalah sastra minimal
sebualn sekali sampai rela tidak jajan berminggu-minggu. Mengikuti berbagai
ajang lomba menulis. Mencoba memasukan karya-karya tulisan kebeberapa media
cetak. Namun semua dirasa tidak menghasilkan. Tidak ada satupun dari mimpi saya
yang terwujud.
Tapi tunggu!
Semua
seakan berubah ketika saya lulus SMA. Berdasarkan perintah Pak Kyai, saya
memutuskan untuk tetap tinggal di Pondok untuk mengabdi sekaligus kuliah. Tiba-tiba
beberapa impian itu bertubi-tubi menjelma jadi nyata! Ibu menghadiahi saya
laptop. Saya bergabung dalam komunitas Kepenulisan Matapena yang berpusat di
Yogya. Saya ditunjuk menjadi Pembina komunitas tersebut. Buku-buku saya yang
lumayan banyak sedikit demi sedikit tersusun menjadi sebuah perpustakaan kecil
tempat anak-anak membuka jendela dunia. Dan tulisan saya mulai mewarnai Koran-koran dan majalah lokal. Subhanallah!
semasa SMA |
bersama Komunitas Matapena Rayon Tasikmalaya |
Lalu
apa selesai sampai disitu?
Berawal dari Sini
Berbagai
problematika yang membelit hidup akan terasa tenang ketika kita mampu
melewatinya. Namun yang lebih indah adalah, ketika pada akhirnya kita mampu
menemukan beberapa kepingan mozaik dari mimpi-mimpi kita yang semula berserakan.
Kemudian satu demi satu kita susun sehingga membentuk sebuah kehidupan yang
utuh. Sampai di situ, kita bisa berkata; semua pasti akan indah pada waktunya!
Dari
beberapa daftar mimpi yang telah saya susun, ada beberapa impian yang belum
saya raih. Saya tetap bekerja keras juga tetap berdoa lebih keras. Semua
itu mengantarkan saya dalam sebuah perjalanan penuh makna dalam hidup ini.
Bermula
ketika masih menjadi redaktur sebuah majalah Islam lokal, saya diajak rekan
kerja untuk menjadi peserta lomba MTQ cabang M2IQ (Musabaqah Makalah Ilmiah
Al-Quran) tingkat Kota Tasikmalaya. Meski agak ragu (karena basic
menulis saya bukan di ilmiah), tapi saya ingin mencoba. Saya yakin, bukan tanpa
maksud Allah menggerakan hatinya untuk mengajak saya dalam perlombaan itu.
Berbagai
rintangan kian bermunculan, apalagi waktu tinggal seminggu lagi. Kesulitan muncul dalam mencari judul
yang pas. Selain itu karena M2IQ menggunakan mesin tik, jadi saya harus
beradaptasi terlebih dahulu dengan barang antik itu. Selain itu, tugas-tugas
yang menumpuk di pondok juga tentunya tidak bisa saya tinggalkan. Rasanya
segalanya menjadi runyam. Terlebih karena orang lain tidak akan peduli dengan
urusan saya, jadi tidak ada toleransi cuti dari tugas-tugas.
Tapi
biarlah, jika memang kebanyakan orang tidak peduli proses, tapi lebih
peduli hasil, maka mau tidak mau saya harus bekerja lebih ekstra
lagi agar menuai hasil terbaik.
Setelah bekerja keras, dan
mengemis doa pada Allah, beberapa Guru dan santri, saya pun memberanikan diri meluncur
untuk bertarung. Sebelum lomba, saya selalu terbiasa
mengucapkan lafadz “Laa Haula wa Laa Quwwata Illa billahil ‘aliyyil ‘adhiim”
dalam hati sambil memejamkan mata. Saya yakin, sekalipun kita jenius dan
berpotensi, tapi ketika saatnya Allah tidak menghendaki kita bisa, maka lumpuh
lah kita. Oleh karenanya, saya selalu memohon kepada-Nya agar menganugrahkan
kekuatan dan kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu.
Pada
akhirnya, setelah bertawakkal kepada Allah, keajaiban menghampiri. Saya
berhasil juara. Meski sebenarnya saya belum maksimal dalam segala hal. Tapi
itulah kuasa Allah. Apapun bisa terjadi di tangan-Nya. Dari situ, saya mulai
menerka-nerka;
Ada apa
dibalik semua ini? kenapa Allah memilih saya menjadi juara?
Baiklah, saya berkata pada diri sendiri; “The
journey is begin!”. Saya mencium bau aroma perjalanan panjang dari kejadian
itu. Saya rasa ada sesuatu yang sudah Allah siapkan untuk saya (Pede, hehe).
Yang pasti, saya tidak mau mengecewakan-Nya, saya mau semua indah pada
waktunya. Saya mau suatu saat nanti kembali menyusun kepingan moaik mimpi-mimpi
saya selama ini dengan sempurna. Maka, perjuangan kembali dimulai!
And This Is a Journey!
Setelah
sukses di tingkat Kota, saya harus siap berjuang di tingkat Provinsi Jawa Barat
dengan membawa nama besar Kota Tasikmalaya. Sesaat sebelum lomba, saya sempat
mengelus-elus piala saya sewaktu lomba di kota. Kepada teman sekamar saya
bertanya;
“ Bisa nggak yah dapat piala begini lagi di
Provinsi?”
Teman-teman saya berkata “Bisa, pasti bisa! Asal kita berusaha dan berdoa”
Seketika
saya tertegun. Benar! Semua bisa kita raih dengan berusaha dan berdoa! Setelah
itu, barulah bertawakkal menungu keputusan Allah. Hal ini lah yang kemudian
saya bawa ke arena lomba di tingkat Provinsi. Bertempat di Kabupaten Karawang
yang udaranya panas, maka semangat saya pun ikut memanas.
Berangkat
bersama rombongan kafilah Kota Tasikmalaya, kami tinggal di hotel Dewi
bersebelahan dengan kafilah Garut. Saya sekamar dengan Teh Ranita (Pembina
saya) dan Teh Anid (Pembina Tafsir B.Arab). Bertiga kami menghiasi kamar dengan
perjuangan dan kebersamaan yang terasa begitu hangat. Semalaman tak tidur,
diskusi, menengok hasil kejuaraan, nonton TV, menjadi sebuah kenangan yang
tersimpan rapat dalam memori kepala kami bertiga.
Three Angels; Teh Anid, Lena dan Teh Rani |
Saya ingat, Teh Ranita selalu mengajarkan saya
untuk sebanyak-banyaknya mengumpulkan pundi-pundi doa dari siapa saja. Maka, setiap pagi sebelum berangkat lomba, setiap pintu hotel di
lt.II selalu saya ketuk untuk meminta doa pada penghuninya, ckck. Selain
itu, masyarakat di kampung dan para santri beserta seluruh Asatidz/Ustadzat
juga saya mintai doa. Hasilnya?
Alhamdulillah di babak penyisihan saya mendapat peringkat
pertama!
Puji syukur tak henti saya panjatkan disetiap
helaan nafas ini. Kabar baik itu segera saya sampaikan pada dua orang yang
sangat saya cintai; Mama dan Urul ^_^. Selama ini mereka berdua yang selalu
mati-matian memberikan support dan mendukung apapun yang tengah kujalani. Love
both of you so much! ^_^.
Dalam Babak Penyisihan |
Kemudian di putaran kedua, saya kembali mengemis
doa pada siapa saja yang ada. Tentunya setelah semalaman begadang mempersiapkan
untuk tema kedua. Fiuh, tinggal enam peserta (3 putra dan 3 putri) dalam babak semi
final. Saya dan A Kiki (peserta kafilah Kota Tasik) duduk paling depan.
Tujuannya agar tidak mudah terkecoh orang dan selain itu juga banyak yang
mengambil foto, kan lumayan tuh eksis terus dikamera, hehe. Di babak kedua,
saya merasa lebih dimudahkan oleh Allah, karena proses berpikir dan mengetik relatif
berjalan lancer. Tidak seperti tahap pertama. Saya melakukan dua puluh kali
keggalan mengetik! Bayangkan! Ckck. Tapi setelahnya, kami merasa semakin
dimanja oleh Pembina dan orang tua asuh kami. Jalan-jalan, jajan-jajan,
bermain, wah pokoknya senang tak terkira, Alhamdulillah ya Allah.
Lalu bagaimana hasilnya? Ketika menengok hasil
kejuaraan di internet;
Lena
Sa’yati dengan nomor peserta M49
berada di peringkat pertama (lagi)! ^_^
Iiih,
senang sekali! :-D
Bersama para pembina, Official dan Pak Sopir |
Dan esoknya,
Saya
mendapat undian terakhir untuk mempresentasikan makalah saya. Sebelumnya, untuk
membuat suasana cair, saya mengajak peserta lain untuk mengobrol, berbagi
cerita, dll. Satu per satu para peserta pun maju. Tinggal saya yang belum.
Tiba-tiba dari pihak official Kota Tasik (Pak Asep Toni) dengan iseng mengajak
beberapa mahasiswa dan anak SMA untuk masuk ke aula. Katanya biar saya dapat
support yang lebih banyak. Wah, justru malah jadi dag-dig-dug dilihatin banyak
orang. Ckck.
Hingga
sampai pada giliran saya, orang-orang bertepuk tangan riuh. Seperti biasa saya
merekatkan diri mengucap kalimat “laa haula wa laa quwwata illa billah”.
Lalu?
Tiba-tiba
saya punya keberanian untuk mempresentasikan makalah sambil berdiri. Bibir ini
terus nyerocos tapa henti. Tidak ada perasaan takut, nervous, merinding, dsb.
Subhanallah! Dan ketika para dewan hakim menjejali saya dengan beragam
pertanyaan, dengan kuasa Allah, saya mampu menjawab semuanya. Alhamdulillah.
Saat Presentasi |
Enam Peserta Babak Final |
Bersama para Dewan Hakim |
Lalu setelah itu?
Setelah itu, saya tinggal
bertawakkal. Apapun hasilnya, yang pasti saya sudah berusaha dan berdoa. Tapi
saya yakin, jika dibandingkan peserta lain, doa untuk saya jauh lebih banyak,
hehe. Mudah-mudahan bisa jadi poin untuk sebuah kemenangan nanti. Amin. Yang
pasti selepas final, saya mau melepas segala penat yang sempat membelit hati
dan pikiran. Alright, it’s time to have fun!.
Karena setiap cabang lomba
dikasih mobil plus sopir masing-masing, so, saya manfaatkan itu dengan mengajak
pak sopir dan a Kiki untuk keliling Karawang sambil belanja. Saya termasuk
peserta yang paling banyak belanjanya. Oh tentu, karena umat yang menunggu
kepulangan saya pun jauh lebih banyak dibanding orang lain.
TIba-tiba pulang ke kamar, Pembina-pembina
saya sudah pulang, termasuk Teh Rani, jadi di kamar tinggal saya dan Teh Anid.
Hmm, sedih juga ditinggal mereka. Kami benar-benar sudah seperti keluarga. Tapi
mereka berpesan, agar
Hal mengejutkan ketika duduk
mengobrol di lobi bersama dosen saya, salah satu official berteriak pelan,
“Lena dan Kiki, selamat, kalian
berdua juara!”
Subhanallah walhamdulillah ya
Allah…
Seketika saya sms Mama. Mama
menangis begitupun orang-orang di kampung. Urul pun sama. Orang-orang di pondok
seketika mengirimi sms ucapan selamat pada saya. Alhamdulillah.
Alhamdulillah ^_^ |
3 Resep Menjemput Mimpi
Saya
semakin yakin satu demi satu mimpi saya mulai terwujud. Alah Maha Mendengar.
Ketika kita bermimpi, maka Allah merangkul mimpi-mimpi kita. Jika kita telah
berusaha, berdoa dan tawakkal, barulah Allah mempersembahkan perwujudan dari
mimpi kita. Yup, ada 3 resep menwujudkan mimpi.
1. Berusaha
Resep pertama
adalah berusaha. Kita tentu tidak bisa berbaring di atas kasur sambil terus
bermimpi untuk merealisasikan sesuatu. Mau makan saja bahkan minimal kita harus
melangkahkan kaki, menanak nasi, memasak lauk pauknya, membersihkan piringnya, lalu
mengayunkan sesendok nasi ke lobang mulut, baru makanan bisa sampai di perut.
2. Berdoa
Tidak sedikit
orang yang tidak percaya kekuatan doa. Banyak orang bersombong diri dengan
kemampuan dan usahanya. Padahal, jika kita tidak berdoa memohon kepada Allah,
bisa saja tiba-tiba Allah menghendaki kita untuk lumpuh tidak bisa apa-apa. So,
doa itu merupakan power dari usaha kita. Karena ini langsung berhubungan dengan
Sang Maha Kuasa.
3. Tawakkal
Lalu bagaimana jika
ternyata hasilnya tidak seperti yang kita harapkan? Maka, di sinilah proses
tawakkal benar-benar diuji. Apapun hasilnya, itulah yang terbaik buat kita, kita
harus yakin dengan itu. Karena akan ada hal lain yang jauh lebih baik
buat kita. Hanya tinggal menunggu waktu yang tepat saja.
Sepulang
dari perlombaan, sampai di pondok saya merasa jadi artis, hehe. Semua orang
meng-elu-elukan saya. Guru-guru senior mengucapkan “wilujeng, ngiring bingah”.
Anak-anak termotivasi dengan kisah yang saya paparkan. Saya mendapat hadiah
yang cukup besar. Tapi semua itu sama sekali bukan tujuan saya. Saya masih
menerka-nerka apa sebenarnya rencana Allah di balik keputusan Allah ini.
Tiba-tiba
suatu malam Urul mengabari saya, bahwa Ketua Staff Pengasuhan Pondok merasa exited
sekali atas prestasi yang saya raih, sehingga beliau ingin saya memajukan dunia
literasi di pondok secara intensif. Untuk itu, beliau menghadiahi saya
sebuah kantor agar lebih khusyu bekerja. Subhanallah. Ini! ini yang saya
maksud rencana Allah! Indah, sungguh indah. Saya seketika menangis. Saya ingat
curhatan saya pada sebuah sore kepada para anggota Komunitas Menulis Matapena,
bahwa suatu saat kami harus punya kantor sendiri untuk bekerja. Ya Allah, ini
lah jawabannya. Saya langsung menyampaikan kabar ini pada mereka. Mereka turut
berbahagia.
Ketika
saya sangat yakin dengan kekuatan mimpi, kini saya semakin yakin untuk menjadi
pejuang mimpi. Semakin kuat saya bermimpi, semakin jelas kekuasaan Allah yang
saya temukan. Maka, setelah satu mozaik impian berhasil saya susun,
mozaik-mozaik lain akan kembali saya temukan. Wait and see!
Warm Regards,
Lena Sa'yati |